Macan Tutul Jawa, Kucing Besar Terakhir di Tanah Sunda

Reading time: 4 menit
macan tutul jawa
Macan Tutul Jawa, Kucing Besar Terakhir di Tanah Sunda. Foto: Shutterstock.

Setelah Harimau Jawa dinyatakan punah, Macan Tutul Jawa adalah spesies kucing besar terakhir yang bisa kita temukan di pulau tersebut. Meski begitu keberadaan hewan endemik ini juga sangat terancam, sehingga perlu adanya langkah pelestarian untuk menjaga populasi mereka.

Di dalam daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature), satwa bertotol banyak ini masuk sebagai satwa kritis-punah atau satu tingkat menuju kepunahan.

Bahkan, pemerintah Indonesia sendiri telah mencatat nama macan tutul atau Panthera pardus melas sebagai hewan yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Ironi kepunahan satwa endemik tanah air memang sudah terjadi sejak lama. Salah satu penyebab berulangnya kejadian ini adalah penyusutan habitat, serta tingginya aktivitas perburuan liar.

Dalam kasus macan tutul Jawa, minimnya data sebaran dan populasi yang pemerintah miliki memperburuk keadaan. Sehingga sulit memperkirakan berapa jumlah pasti fauna tersebut di habitatnya.

Morfologi dan Ciri-Ciri Macan Tutul Jawa

Berbicara soal macan tutul Jawa, salah satu ciri yang paling terlihat dari hewan yang satu ini adalah tubuhnya yang ramping, serta memiliki kecepatan prima pada saat berlari dan juga melompat.

Secara umum, satwa tersebut bisa tumbuh hingga sepanjang 2,10 m. Jika kita ukur dari kepala hingga badan, panjangnya mencapai sekitar 95-150 cm dengan ukuran ekor antara 60-95 cm.

Rerata bobot macan tutul bisa mencapai 24-45 kg. Warna dasar hewan ini sebenarnya kuning tua, namun terdapat bercak (noktah) hitam berbentuk seperti bunga di sisi badan dan juga punggungnya.

Bercak ini terlihat sangat khas, sebab memiliki warna yang lebih gelap ketimbang warna dasarnya. Para ilmuwan bahkan membagi noktah ini menjadi tiga macam, yakni Ceplok, Benguk, dan Kembang.

Seperti namanya, pola noktah ceplok berarti corak tersebut mirip seperti telur ceplok. Sedangkan noktah benguk, artinya corak tersebut terlihat seperti koma atau biji tumbuhan benguk.

Noktah kembang sebenarnya adalah corak benguk yang bergabung hingga menyerupai kembang, sehingga pola ini biasanya terdiri dari tiga sampai dengan empat coretan koma.

Habitat dan Persebaran Macan Tutul Jawa

Macan tutul Jawa memiliki habitat yang relatif luas, tergantung dari kelimpahan serta lokasi sebaran mangsanya. Secara umum, hewan ini hidup di hutan taiga, conifer, hingga padang alluvial.

Meski begitu, banyak ahli berpendapat jika hewan yang satu ini juga bisa berkembang biak di sekitar hutan desideus, hutan dataran tinggi, hutan tropis basah, hutan tropis kering, serta mangrove.

Melihat peta persebarannya, Panthera pardus dapat kita temukan di hampir seluruh dataran Afrika, kecuali Gurun Sahara. Di benua Asia satwa ini tersebar mulai dari India, Afghanistan, sampai Cina Utara.

Biasanya, macan tutul hidup secara berkelompok dengan cakupan area seluas 5-15 km2. Tiap-tiap teritori tersebut mereka tandai dengan cakaran di batang kayu, percikan air seni dan juga fasesnya.

Di Pulau Jawa, sebagian hutan yang tersisa berada di lereng gunung dan beberapa wilayah dataran rendah. Itu sebabnya, besar kemungkinan hewan-hewan tersebut telah beradaptasi di sekitar area ini.

Sebab habitatnya semakin sempit, para ahli juga percaya bawah wilayah berkapur seperti tepi pantai Gunungkidul, Pacitan dan Leuweng Sancang kini menjadi habitat baru macan tutul Jawa.

Berdasarkan jurnal ilmiah Universitas Atma Jaya Yogyakarta, kucing besar bertotol di Gunungkidul beradaptasi dengan bersembunyi di dalam gua dan singkapan batu berlorong.

Hal ini mereka lakukan untuk menghindari diri dari pancaran sinar matahari langsung, serta panasnya udara di sekitar kawasan pegunungan kapur terutama saat siang hari.

macan tutul jawa

Satwa ini di Gunungkidul beradaptasi dengan bersembunyi di dalam gua dan singkapan batu berlorong. Foto: Shutterstock.

Perhitungan Populasi Macan Tutul di Indonesia

Melansir Indonesia.go.id, Senior Manager Terrestrial Program Conservation International Indonesia, Anton Ario, mengatakan penelitian terhadap macan tutul Jawa tak pernah secara tuntas.

Sehingga untuk mengetahui populasi satwa ini, para peneliti melakukan riset secara parsial di berbagai lokasi konservasi. Selanjutnya, peneliti melakukan perhitungan ektrapolasi berdasarkan luas area hutan di Pulau Jawa.

Contohnya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGO). Di kawasan ini, estimasi jumlah kepadatan populasi macan tutul hanya satu ekor per 6 km2.

Sedang di Taman Nasional Gunung Halimun – berdasarkan perhitungan kategori daerah hutan primer dan sekunder– kepadatan populasi hewan tersebut satu ekor per 6.67 km2.

Tak jauh berbeda dari sebelumnya, berdasarkan riset Hutan Gunung Salak dan Hutan Lindung Gunung Malabar, populasi Panthera pardus melas berkisar satu ekor per 6,5-7,6 km2.

Mengingat luas area hutan di Pulau Jawa hanya 13,68% atau seluas 327.733,03 ha, pemerintah dan ahli berasumsi jika total populasi kucing besar tersebut berkisar 491-546 ekor (2016).

6 Langkah Pelestarian Macan Tutul Jawa

Strategi konservasi pemerintah sebenarnya tertuang pada Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. P.56/Menlhk/Kum.1/2016 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa.

Berdasarkan hasil diskusi selama proses penyusunan dokumen, setidaknya ada enam kondisi yang dapat tercapai (atau diharapkan akan tercapai) dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, yakni:

1. Membenahi Pendataan Populasi Satwa

Dengan adanya data pasti terkait populasi fauna di habitatnya, pemerintah bisa mengambil kebijakan tepat untuk menyusun strategi dan rencana konservasi macan tutul Jawa.

Oleh sebab itu, pembenahan terhadap pendataan populasi ini harus segera. Agar berbagai strategi pemerintah dapat terlaksana secepatnya.

2. Pengelolaan Habitat Asli Macan Tutul

Penting untuk merumuskan adanya habitat prioritas, baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi di seluruh Pulau Jawa. Habitat prioritas ini nantinya akan terus pemerintah pelihara dan pertahankan.

Maka dari itu, pemerintah pusat akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait sepeti pemerintah daerah, untuk menjaga habitat macan tutul di wilayahnya masing-masing.

3. Peningkatan Kapasitas Pemerintah dan Mitra Kerja

Peningkatan kapasitas kelembagaan ini penting, sebab berhubungan dengan implementasi kebijakan (termasuk protokol dan pedoman pelestarian) pada masing-masing kawasan konservasi.

Selain itu, penegakan hukum dan penerapan sanksi terhadap pelaku perburuan/perdagangan liar harus ditegakkan. Edukasi masyarakat penting untuk mencegah hal-hal semacam ini terulang.

4. Melaksanakan Program Konservasi Ex Situ

Dengan program ex situ, satwa berstatus terancam punah akan dipindahkan dari habitat aslinya menuju shelter perlindungan yang telah pemerintah sediakan.

Program ini harus berkesinambungan dengan konservasi In Situ. Di mana, pemulihan habitat asli hewan tersebut juga harus bersamaan dengan konservasi satwa di luar habitatnya.

5. Penyediaan Data dan Media Informasi

Menyambung poin sebelumnya, edukasi terhadap masyarakat sangat penting. Selain mencegah terjadinya kasus baru, langkah ini juga efektif untuk meningkatkan kepedulian masyarakat.

Nantinya, pemerintah akan menyediakan data yang akan disosialisasikan kepada masyarakat dalam bentuk laporan jurnal, informasi populer, brosur, poster, website hingga media sosial.

6. Penyusunan Skema Pendanaan Konservasi

Sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, adanya sumber pendanaan yang berkelanjutan perlu dikembangkan melalui mekanisme kerjasama antar lembaga.

Kerjasama ini bisa dalam bentuk apa saja dan kepada siapa saja, baik pemerintah atau nonpemerintah. Sumber dana ini juga bisa kita peroleh dari dalam ataupun luar negeri.

Taksonomi Macan Tutul Jawa

taksonomi macan tutul jawa

Referensi

Ayu Rustiadi, dkk., Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Laman Portal Informasi Indonesia

Laman KLHK

Penulis: Yuhan Al Khairi

Editor: Ixora Devi

Top