Mari berkenalan dengan primata kecil dan endemik dari Pulau Sulawesi, yakni Tarsius supriatnai (tarsius supriatna) yang memiliki nama lain Bumbulan atau Mimito. Primata endemik ini peneliti temukan dan terdeskripsikan dalam artikel “Two New Tarsier Species (Tarsiidae, Primates) and the Biogeography of Sulawesi, Indonesia” oleh Myron Shekelle dan peneliti lainnya di tahun 2017.
Nama ilmiah T. supriatnai untuk menghargai jasa Dr. Jatna Supriatna yang telah mendedikasikan sebagian besar kehidupan profesionalnya dalam konservasi keanekaragaman hayati Indonesia. Selain itu, ia juga telah banyak mensponsori sebagian besar penelitian kolaboratif asing pada tarsius. IUCN Red List melansir bahwa status konservasi tarsius supriatna adalah rawan (vulnerable) dengan tren populasi yang menurun.
Memiliki Ekor dan Jari Tengah yang Panjang
Secara morfologi, T. supriatnai terlihat sangat mirip dengan T. spectrumgurskyae. Analisis genetik pada spesis ini memperkirakan telah terjadi pemisahan spesies antara T. supriatnai dan T. spectrumgurskyae sejak 0,3 juta tahun yang lalu.
Secara umum, ciri khas dari tarsius supriatna adalah memiliki bintik yang terlihat lebih besar di pangkal telinganya. Kaki belakangnya tidak terlalu pendek, jari tengah yang lebih panjang dibandingkan dengan spesies tarsius lainnya. Selain itu, tarsius ini juga memiliki ekor yang sangat panjang. Berat tubuh betina sekitar 104-114 gram, sedangkan jantan sekitar 135 gram. Panjang ekor betina sekitar 232-243 mm dan ekor jantan 246 mm.
Di samping itu, tarsius supriatna juga melakukan vokalisasi duet yang ditandai dengan frasa betina sepanjang 2-5 nada yang diiringi oleh panggilan jantan, yang sangat berbeda dengan spesies tarsius lainnya.
Tarsius Supriatna Endemik dari Sulawesi
Primata endemik yang satu ini tersebar di wilayah Sulawesi Utara. Mulai dari Tanah Genting Gorontalo ke arah barat hingga Sejoli, dan mungkin mencapai Ogatemuku. Di bagian barat, spesies ini berbatasan dengan T. wallacei dan di bagian timur dengan T. spectrumgurskyae.
Di Mana Bisa Melihatnya Secara Langsung?
Jika kamu ingin melihat secara langsung primata ini di habitat aslinya, Kawasan Lindung Nantu adalah tempatnya. Di sana, terdapat stasiun penelitian yang terletak dekat dengan distrik Paguyaman. Untuk dapat ke sana, kamu harus terbang dari Jakarta ke Gorontalo sekitar 3 jam. Kemudian, naik bus dari kota Gorontalo ke Paguyaman. Selanjutnya, kamu harus menyewa mobil ke stasiun penelitian yang mungkin akan memakan waktu sekitar 3 sampai 4 jam.
Penulis: Anisa Putri S
Editor: Indiana Malia