Tarum, Primadona Pewarna Alami Batik

Reading time: 2 menit
Tarum (Indigofera tinctoria). Foto : shutterstock

Hari Batik Nasional dirayakan setiap tanggal 2 Oktober. Untuk merayakan Hari Batik Nasional, pemerintah pun biasanya mengimbau kepada seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk menggunakan baju batik.

Pewarnaan pada batik menjadi salah satu unsur penting dalam menciptakan karya seni batik yang indah. Warna baju batik identik dengan warna yang mencolok. Umumnya pewarnaan batik berasal dari pewarna alami dan kimia.

Untuk bahan pewarna alami batik bisa didapat dari bahan tumbuh-tumbuhan yang diekstrak. Bahan tersebut bisa berasal dari akar, batang, kulit, daun, bunga maupun buah-buahan. Salah satu tanaman penghasil pewarna alami batik yaitu tanaman Tarum.

Tarum (Indigofera tinctoria) adalah sejenis pohon polong-polongan yang berbunga ungu (violet). Tanaman ini dimanfaatkan untuk menghasilkan warna biru dari hasil ekstraksi daun. Zat yang dihasilkan oleh tanaman tarum banyak dimanfaatkan sebagai pewarna batik, tekstil, ataupun ulos.

Tarum memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang cukup tinggi.  Tarum tumbuh subur di tanah  gembur kaya organik. Tarum  telah  dibudidayakan  secara  luas di  India  dan  Asia  tenggara pada abad  16. Penggunaan tarum pertama kali di Cina telah terjadi selama kurang lebih dari 6.000 tahun.

Tarum memiliki berbagai penamaan di tiap daerah dan negara khususnya, di wilayah Asia Tenggara. Dalam bahasa Sunda tanaman ini dikenal dengan sebutan tanaman mangsi-mangsian. Orang Jawa menyebutnya sebagai tom, dan orang di daerah Samosir menyebutnya sebagai salaon.

Tarum, Primadona Pewarna Alami Untuk Batik

WArna biru indigo yang didapat dari hasil celupan benang pada olahan Tarum. Foto : Shutterstock

Untuk di wilayah Asia Tenggara, seperti Filipina disebut tagung-tagung, Khaam (Laos), khraam (Thailand), dan cham Nhuom (Vietnam). Uniknya lagi, banyak tempat di wilayah Jawa Barat yang diberi nama berdasarkan nama tanaman tarum diantaranya Citarum, Tarumanegara, Banjar Pataruman, dan Tarumajaya.

Tarum merupakan tumbuhan perdu tegak, bercabang banyak, dengan tinggi 1-1,80 m. Ujung ranting hijau atau kemerahan. Anak-anak daunnya berukuran kecil tersusun ganda dengan jumlah antara 5-13 helai. Bentuk helaiannya bundar telur sampai lonjong. Tandan bunga ke luar di ketiak daun yang tumbuh tegak. Umumnya polong tarum berbentuk bulat lurus sampai agak melengkung, dan berisi 3-12 biji. Jumlah polong pada tiap pohonnya banyak.

Daun tarum mengandung tanin, flavonoid, alkaloid, glikosida dan fenol (Swadhini, 2011). Daunnya pun mengandung zat warna yang disebut dengan indigo, dimana merupakan senyawa indoksil yang larut dalam air dan mudah teroksidasi menjadi indigo yang berwarna biru (Lemmens, 1992).

Zat pewarna indigo yang dikeluarkan dalam tanaman ini telah menjadi komoditi dagang yang penting. Selain sebagai penghasil warna biru dan indigo, tarum juga digunakan sebagai penghasil warna hijau dengan mengombinasikan dengan pewarna alam kuning lainnya. Penggunaan pewarna alami selain aman bagi manusia juga aman bagi lingkungan,

Disamping berguna sebagai pewarna batik atau tekstil alami, tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman penutup tanah dan pupuk hijau, khususnya di perkebunan teh, kopi dan karet. Daun tarum digunakan pula dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit ayan, luka dan borok (Muzayyinah, 2012).

Tabel Klasifikasi Tanaman Tarum

Penulis : Sarah R. Megumi

Top