Slowness

Reading time: 2 menit

Judul Buku : Slowness
Penulis : Milan Kundera
Publisher : Faber and faber limited
English (translated from French by Linda Asher)

There is a secret bond between slowness and memory, between speed and forgetting…

Percakapan antara Kundera dengan istrinya, Vera, menjadi pembuka gerbang dalam perjalanan ke “Slowness”, sebuah dunia yang dipenuhi oleh fisolofi tragis-komedi, dibangun oleh narasi yang provokatif, serta percakapan penuh cinta yang liris. Pembaca akan mengikuti perjalanan sang penulis ke sebuah chateau, tempat terjadinya dua kisah cinta yang dipisahkan oleh waktu selama lebih dari dua abad lamanya. Jalinan kedua cerita membawa kita pada pencarian tentang eksistensi manusia; dengan pertentangan antara yang agung dengan yang menggelikan.

Membaca karya perdana Kundera dalam bahasa Prancis ini (sebelumnya Kundera dikenal sangat setia terhadap penggunaan bahasa Ceko – bahasa ibunya), kita seakan tertawan akan keindahan logika yang liris sekaligus tak lazim. Lanturan filosofis yang liar, pergulatan perspektif dalam membedah suatu wacana, tragedi yang menggelitik, adalah salah satu ciri yang melekat pada karya Kundera. Dan seperti pada karya-karyanya yang lain, di sini pembaca akan diajak menganalisa eksistensial manusia, dengan menghadirkan oposisi biner seperti cepat dan lambat, lupa dan ingat, dalam satu pentas yang sama.

Kecepatan adalah hadiah dari revolusi kehidupan manusia. Kundera mengaitkan kecepatan dengan keinginan untuk melupakan; ketika kecepatan memegang kendali, ia berusaha untuk menghancurkan kesedihan dengan memadamkan cahaya tentang memori. Sementara lamban berkaitan dengan usaha untuk dapat mengingat, dan bukan menghapus atau bahkan membangun kembali gambaran tentang masa lalu.

Dalam Slowness, pembaca dihadapkan pada motivasi kesenangan yang timbul dari penderitaan; kesenangan dilihat sebagai dasar dari hedonisme. Bukankah seseorang merasa senang ketika ia dapat menghindari penderitaan? Lupa adalah alat utama dari penyangkalan, sehingga konflik dan penderitaan dapat disamarkan; ketika eksistensi disingkirkan, ia tak lagi dapat dipertanyakan. Dan manusia terlanjur melupakan bahwa dengan lupa, sebenarnya mereka telah mengingkari eksistensinya sendiri. Inilah yang coba diungkapkan oleh Kundera.

Setiap hari kita dihadapkan dengan sesuatu yang “baru”, “ingat” tampaknya adalah beban yang berat karena tidak selaras dengan derasya arus perubahan. Dan semua orang mempunyai perannya sendiri. Kita bebas untuk memilih, mengikuti arus dengan “lupa”, atau menjalani hidup ini lebih bermakna? Semuanya berpulang kepada Anda, namun satu hal yang pasti, buku ini dapat menjadi referensi yang menarik untuk menggali dan memahami eksistensi kita di tengah dunia modern yang sarat akan lupa. (q)

Top