Jangan Buang Minyak Jelantah Sembarangan!

Reading time: 2 menit
Membuang minyak jelantah sembarangan hanya akan mencemari tanah dan air. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Masyarakat Indonesia sangat menggemari makanan dengan proses digoreng. Dalam riset kesehatan dasar yang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) lakukan sebanyak 41,7 % orang Indonesia makan gorengan lebih dari satu kali sehari. Tak heran jika kemudian residu minyak goreng yaitu minyak jelantah yang Indonesia hasilkan juga besar.

Namun, penggunaan minyak jelantah secara berulang tanpa diikuti ketepatan pengolahan mengancam bahaya kesehatan dan lingkungan.

Head of Communication and Engagement Waste4Change Hana Nur Auliana mengungkapkan, beberapa ciri-ciri dari minyak jelantah yaitu warnanya yang lebih pekat dan kehitaman, lebih kental dan berbau tengik. Idealnya, minyak goreng bekas bisa masyarakat gunakan maksimal tiga kali. Akibat pemanasan berulang, minyak jelantah mengandung asam lemak jenuh yang sangat tinggi.

Lebih dari itu, Hana menyebut minyak jelantah mampu mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah hingga jantung. Minyak goreng yang dipakai berkali-kali bisa menghasilkan berbagai senyawa, termasuk di dalamnya polisiklik aromatik hidrokarbon yang bersifat karsinogenik dan menyebabkan kanker.

“Gejala paling ringan bagi yang sensitif bisa langsung sakit tenggorokannya,” katanya dalam webinar #DariAksiKecil Kelola Minyak Jelantah Secara Tepat di Jakarta, baru-baru ini.

Dari data Waste4Change, sebanyak 83 dari 100 sektor rumah tangga masih menggunakan minyak untuk kegiatan memasak. Sedangkan 40 persennya tiap minggu mampu menghasilkan kurang dari satu liter minyak jelantah. Mirisnya, sambung Hana bila sisa minyak jelantah ini dibuang begitu saja dan mencemari saluran air maupun tanah. Pencemaran dari minyak tanah ini sebesar 251.000 ton per tahun.

Sisa Minyak Jelantah Cemari Lingkungan

Sisa minyak jelantah yang masyarakat buang sembarangan dapat masuk ke dalam saluran air hingga menyebabkan penyumbatan. Bahkan, sambung Hana penyumbatan ini juga berpotensi menjadi salah satu penyebab banjir.

Tak hanya itu, sisa minyak jelantah yang terbuang sembarangan ke sungai juga mampu mencemari biota-biota yang ada di dalamnya. Gumpalan-gumpalan minyak yang berada di permukaan air sungai menjadi penghalang masuknya oksigen ke dalam air. Sementara pembuangan sisa minyak bekas sembarangan juga menyebabkan pencemaran tanah. Akibatnya kesuburan dan produktivitas tanah menjadi menurun.

Oleh karena itu, Hana menyebut pentingnya pengumpulan dan ketepatan dalam pengolahan sisa minyak jelantah melalui daur ulang menjadi biodiesel. Pangsa pasar di negara-negara di Eropa akan kebutuhan biodiesel ini sangat tinggi karena dapat mereka gunakan sebagai pengganti bahan bakar.

Selain itu, pengolahan lain juga bisa dengan memanfaatkan sisa minyak jelantah ini untuk pembuatan lilin dan sabun.

Dalam sektor kecil, misalnya rumah tangga, upaya pengumpulan sisa minyak jelantah bisa masyarakat lakukan dengan membentuk rantai pengumpulan tingkat tetangga, RT, RW maupun kelurahan.

“Misalnya simpan dulu lalu mengajak yang lain. Lalu salurkan ke mitra atau tempat pengelolaan sampah yang resmi untuk didaur ulang,” papar Hana.

Sektor Rumah Tangga Penyumbang Sampah Terbesar

Sementara itu Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sinta Saptarina menyatakan, jika melihat dari sumbernya, sektor rumah tangga merupakan penyumbang sampah terbesar di Indonesia. Besarnya mencapai 45,8 %. Hal ini selaras dengan perilaku konsumtif yang semakin meningkat.

Mengacu pada rencana strategi nasional (jakstranas) dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga yang Perpres Nomor 97 Tahun 2017 atur, pemerintah menargetkan 30 % pengurangan sampah dan 70 % penanganan sampah.

“Upaya pengurangan bisa dilakukan dengan rethink atau memikirkan kembali hal-hal yang bisa menimbulkan tumpukan sampah. Sedangkan dalam upaya penanganan adalah bagaimana cara kita mendaur ulang,” kata Sinta.

Pemerintah, lanjutnya sangat mendorong inisiasi-inisiasi dari berbagai pihak, termasuk Waste4Change untuk turut aktif dalam daur ulang pengelolaan sampah. “Tanpa adanya mitra dan pengelola daur ulang sampah, kita pasti akan kesulitan menanganinya,” imbuhnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top