Kamboti, Wadah Daging Kurban Khas Maros dari Daun Nipah

Reading time: 3 menit
Penggunaan Kamboti untuk wadah daging kurban. Foto: Iwan Dento

Jakarta (Greeners) – Gaya hidup ramah lingkungan kini bisa dilakukan tidak hanya dalam keseharian, tapi dalam perayaan keagamaan. Penggunaan wadah daging kurban ramah lingkungan saat Iduladha dengan Kamboti salah satunya.

Kamboti adalah wadah yang dianyam dari daun nipah. Wadah ini khas dari Maros, Sulawesi Selatan. Ramah lingkungan karena berbahan alami bukan plastik. Selesai pemakaian wadah ini tidak jadi sampah karena mudah terurai di alam dan menjadi pupuk.

Pelestari Kamboti Muhammad Ikwan mengatakan, Kamboti sebagai wadah sebenarnya sudah orang tua zaman dulu gunakan.

“Saat mereka ke laut, sungai bawa ini untuk wadah ikan. Dalam acara ritual, adat pengantin, Kamboti menjadi wadah kue, makanan bagi tamu yang datang,” katanya kepada Greeners, lewat sambungan telepon, Jumat (30/6).

Pria yang akrab disapa Iwan Dento, sejak 2016 memang sudah menaruh perhatian lebih terhadap Kamboti. Hal ini bersamaan dengan upayanya melestarikan Rammang-Rammang yang kini menjadi kawasan ekowisata di Maros yang terkenal hingga mancanegara.

“Pembuatannya pun mudah, 5 menit jadi. Kami bisa membuatnya dengan berbagai bentuk, multifungsi dan tentunya harganya bersaing,” ucapnya.

Foto: Iwan Dento

Wadah Daging Kurban yang Kini Punya Nilai

Iwan yang baru saja meraih Kalpataru kategori perintis lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2023 ini gembira Kamboti saat ini punya nilai.

Selain proses pembuataannya mudah. Bahan baku daun nipah juga melimpah di Maros. Malahan daun nipah harus sering dipangkas agar pertumbuhannya pesat.

Momentum Iduladha tahun 2023, Iwan dan pengrajin Kamboti menjual hampir 500 Kamboti berbagai ukuran. Kamboti ia jual mulai dari Rp 4.000-Rp 5.000. Kamboti seharga Rp 4.000 saja mampu menampung daging kurban hingga 2 kilogram.

Pemasarannya memang masih dominan di wilayah Maros. Pemesan juga masih banyak individu. Adapula wakil bupati dan pihak Angkasa Pura.

Maraknya wadah plastik membuat Iwan terpanggil untuk melestarikan wadah ramah lingkungan khas Maros ini. Di momentum Iduladha pun ia kemudian mencoba angkat pamor Kamboti.

“Geliatnya mulai ada, meski belum signifikan tapi ini proses awal yang baik. Dulu hanya jadi kerajinan dan souvenir, kini bisa jadi wadah daging kurban,” tuturnya.

Ia bersyukur saat ini Kamboti mulai dapat perhatian, perhargaan dan punya nilai sebagai sebuah produk yang konsumen beli.

Iwan pun berharap, ada respon lebih baik lagi untuk Kamboti. Pengrajin menawarkan Kamboti sebagai wadah alternatif ramah lingkungan yang tak hasilkan sampah. Sejalan dengan program Maros Go Green yang pemerintah kabupaten canangkan.

Pengrajin Kamboti. Foto: Iwan Dento

Bentuk Kearifan Lokal

Staf Komunikasi Angkasa Pura I Agus Aminuddin menilai, Kamboti wadah khas Maros bentuk kearifan lokal.

Itu yang membuatnya tertarik memesan 50 Kamboti untuk wadah kurban saat Iduladha. Harganya pun relatif aman di kantong.

“Kamboti juga bahannya alami mudah didapat, tidak menghasilkan sampah plastik dan bernilai ekonomis. Daging dengan bungkus Kamboti pun lebih awet,” katanya.

Pilihan menggunakan wadah ramah lingkungan lanjutnya sejalan dengan Surat Edaran Walikota Makassar agar menggunakan wadah ramah lingkungan pembungkus daging kurban.

Bahkan dalam berbagai kegiatan Angkasa Pura I mulai masif menggunakan wadah ramah lingkungan. Agus pun berencana untuk Iduladha tahun depan dan kegiatan lainnya akan menggunakan Kamboti.

Selain tak hasilkan sampah, Kamboti pascapakai bisa terurai dan menjadi pupuk. Ia berharap pemerintah daerah bisa mendorong kearifan lokal lewat Kamboti sebagai wadah ikonik Maros.

Penulis/Editor : Ari Rikin

Top