Jakarta (Greeners) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Yayasan WWF Indonesia menggelar pelatihan Identifikasi Kriteria Habitat Kritis Spesies ETP (spesies terancam punah dan dilindungi). Pelatihan ini bertujuan memperkuat pembentukan dan efektivitas kawasan konservasi berbasis spesies serta mendukung upaya penyelamatan spesies hiu dan pari.
Pelatihan tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas otoritas pengelola dan unit teknis di kawasan konservasi perairan dalam hal pemantauan spesies. Identifikasi area penting yang menjadi habitat kritis bagi spesies terancam punah menjadi fokus pada pelatihan ini.
Setelah itu, KKP dan WWF berharap dapat segera mengadopsi hasil pedoman dalam dokumen nasional untuk proses pemantauan dan pengelolaan kawasan konservasi tersebut.
Kegiatan ini juga bagian dari upaya pengembangan dan efektivitas pengelolaan 20 spesies prioritas serta mendukung perluasan kawasan konservasi perairan. Hal tersebut sejalan dengan visi MPA 30×45 dari KKP. Visi itu bertujuan untuk memperluas kawasan konservasi perairan hingga 30 persen pada tahun 2045.
Ketidakpastian Keberhasilan Konservasi
Kelestarian spesies laut yang terancam punah dan dilindungi sangat bergantung pada kondisi habitat yang memadai. Sejak 2021, KKP dan WWF-Indonesia telah menginisiasi program MPA for Sharks, yang merupakan kawasan konservasi di perairan dengan fokus perlindungan terhadap hiu. Program ini kemudian mereka kembangkan menjadi MPA for Species-Based. Tujuannya untuk melindungi habitat spesies laut ETP (Endangered, Threatened, and Protected).
Colin Simpfendorfer, trainer dan penulis buku Guidance on Defining and Identifying Critical Habitats For Recovering Shark And Ray Species, menjelaskan bahwa perlindungan spasial dapat memberikan manfaat konservasi bagi beberapa spesies. Namun, efektivitasnya masih dipertanyakan. Sebab, banyak spesies hiu dan pari yang dapat berpindah jauh melampaui batas kawasan lindung.
BACA JUGA: Tantangan Besar Konservasi Hiu dan Pari di Indonesia
Perpindahan tersebut menambah ketidakpastian mengenai keberhasilan konservasi secara keseluruhan. Sebab, perlindungan spasial mungkin tidak mencakup seluruh area yang spesies butuhkan untuk kelangsungan hidup mereka.
“Pendekatan yang dapat menghasilkan hasil konservasi yang positif bagi hiu dan pari adalah konsep habitat kritis, yaitu area yang berperan penting dalam memastikan kelangsungan hidup spesies target,” kata Colin lewat keterangan tertulisnya, Jumat (22/11).
Ia menambahkan, dengan mengidentifikasi dan memfokuskan pengelolaan pada habitat kritis ini, upaya konservasi kemungkinan besar akan berhasil.
Pengelolaan Harus Efektif
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Ekosistem Biota Perairan (KEBP), Firdaus Agung menjelaskan KKP telah mengelola 5,7 juta hektare untuk habitat hiu dan pari. Sementara, untuk habitat penyu yaitu luasnya 5,5 juta hektare.
Firdaus menambahkan, KKP perlu memastikan efektivitas pengelolaannya agar memberikan manfaat, baik secara ekologi maupun sosial ekonomi.
Menurutnya, penting untuk mengadakan pelatihan identifikasi kriteria habitat kritis. Hal ini dapat memberikan kriteria yang lebih jelas dalam pembentukan dan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Sehingga, dapat menjadikan spesies dilindungi dan terancam punah sebagai target konservasi.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia