Antisipasi Karhutla, Daerah Perlu Jamin Udara Bebas Asap Tahun 2022

Reading time: 2 menit
Daerah perlu siaga antisipasi kebakaran hutan dan lahan. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) harus siaga menjelang datangnya musim kemarau. Keterlibatan potensi daerah sangat perlu antara lain dukungan anggaran mencegah dan menangani karhutla. Bahkan, pengurangan karhutla harus prioritas agar hak udara bersih dan bebas asap masyarakat tidak terus tercederai.

Pakar kehutanan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) No 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan sudah mengatur pengendalian karhutla. Dalam PP tersebut juga mengatur jika kebakaran terjadi di kabupaten maka ini menjadi tanggung jawab bupati.

“Berapa biaya yang bupati siapkan untuk mengendalikan karhutla tersebut? Untuk diketahui saja, banyak saya temukan kabupaten itu bahkan tidak punya dana untuk mengendalikan kebakaran alias nol rupiah. Nah kalau tidak ada dana lalu siapa yang padamkan karhutla itu? Apakah akan padam kalau hanya ditonton saja?,” kata Bambang kepada Greeners di Jakarta, Rabu (1/12).

Bambang juga menyebut penyebab lain karhutla yaitu adanya penyiapan lahan dengan pembakaran untuk penanaman tanaman komersial. Ke depannya, Bambang berharap karhutla ini bisa berkurang sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Sehingga target untuk mencapai rata-rata suhu 1,5 derajat Celcius yang disepakati melalui The 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP-26) dapat tercapai.

“Kita semua berharap kebakaran itu akan semakin berkurang. Dengan cara itu salah satunya menciptakan lingkungan yang lebih baik yang menjadi hak konstitusi masyarakat. Dengan cara itu pula emisi gas rumah kaca bisa dikurangi,” tandasnya.

Petisi dari Masyarakat Terdampak

Tahun 2015, Indonesia mengalami karhutla terparah dalam hampir dua dekade terakhir. Terdapat lebih dari 2,6 juta hektare (ha) lahan yang terbakar di Kalimantan Tengah (Kalteng). Karhutla ini mengakibatkan bencana asap di Kalimantan Tengah yang menyebabkan 52.142 orang terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Sebanyak 5.178 orang mengalami diare, petani gagal panen dan masyarakat terdampak persoalan ekonomi.

Direktur Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Kalimantan Fr Sani Lake mengungkapkan, pihaknya bersama komunitas lainnya mengajukan petisi terkait kabut asap tersebut terhadap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dalam petisi ini, komunitas mengadukan pemerintah dan sejumlah perusahaan yang terlibat.

“Petisi ini menjadi upaya kami agar perusahaan-perusahaan yang konsesinya terjadi kebakaran pada 2015 harus turut bertanggung jawab atas dampak hak asasi manusia dalam krisis kabut asap dan perubahan iklim yang diakibatkannya,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Andi Muttaqien mengatakan, pihaknya menaruh banyak harapan melalui petisi kabut asap Kalimantan Tengah terhadap Komnas HAM.

“Melalui petisi ini, harapannya pertama dapat mengawal putusan yang sudah ada. Kedua, kami harap juga ada tindakan terhadap korporasi-korporasi yang terlibat. Kemudian Komnas HAM mungkin bisa mendorong perusahaan itu harus uji tuntas HAM sebagai salah satu standar operasi mereka. Keempat mendorong pemulihan,” ungkap Andi.

Indonesia Bebas Karhutla Dua Tahun Terakhir

Sementara itu, Indonesia baru-baru ini menjadi tuan rumah pada pertemuan 22nd Meeting of the Ministerial Steering Committee (MSC) on Transboundary Haze Pollution. Pertemuan ini membahas isu-isu terkait kabut asap lintas batas (transboundary haze pollution) akibat karhutla.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong dalam keterangannya mengatakan, pertemuan MSC-22 merupakan pertemuan tingkat menteri yang sangat penting. Pertemuan ini sebagai forum berbagi informasi dan diskusi berbagai isu yang dapat memperkuat implementasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP).

Melalui pertemuan tersebut, negara-negara MSC Countries seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand mengapresiasi upaya Indonesia dalam penanganan kabut asap lintas batas. Faktanya, dalam dua tahun terakhir tidak terdapat kabut asap lintas batas.

Penulis : Fitri Annisa

Top