Data dari Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, mencatat selama Januari 2021 terdapat tiga kali upaya ekspor benih lobster ilegal yang aparat penegak hukum gagalkan. Dari tiga kali percobaan tersebut, benih lobster sebanyak 551,963 ekor senilai Rp56 miliar berhasil selamat. Tingginya penyelundupan benih lobster selama bulan Januari disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu meningkatnya permintaan benih pasca natal dan tahun baru dan pelarangan sementara ekspor melalui jalur legal.
Jakarta (Greeners) – Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh. Abdi Suhufan, mengatakan ekspor benih illegal selama Januari 2021 yang berhasil digagalkan merupakan angka yang sangat tinggi.
“Kita patut prihatin sebab baru satu bulan berjalan, ekspor benih lobster illegal sudah mencapai 551.963 ekor. Sangat tinggi dibanding sepanjang tahun 2020 lalu 896,238 ekor,” kata Abdi pada pernyataan resminya, Kamis, (28/02/2021).
Benih yang digagalkan ini ditenggarai merupakan sebagian kecil yang berhasil lolos dari pengawasan aparat keamanan.
“Jalur ilegal juga lebih murah, mendatangkan keuntungan besar dari pada jalur legal, walaupun dengan resiko besar ketangkap aparat,” kata Abdi.
Ia mengatakan bahwa ke-3 lokasi penangkapan tersebut merupakan wilayah yang selama ini menjadi lokasi penyelundupan yaitu Sukabumi, Tanjung Jabung Tmur dan Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
“Ini wilayah tradisional penyundupan lobster, mestinya KKP dan aparat terkait sudah bisa mengantisipasi dengan meningkatkan pengawasan,” kata Abdi.
Perlunya Satgas untuk Mengatasi Ekspor Belih Lobster Ilegal
Untuk mengatasi ekspor benih lobster ilegal perlu dibentuk Satgas Khusus dengan melibatkan instansi terkait, pemerintah daerah dan masyarakat.
“Modus penyelundupan benih dilakukan dengan penyamaran sehingga perlu dibuat sistim deteksi dini oleh masyarakat dan penyediaan platfom pengaduan online yang bisa segera direspon oleh aparat berwenang,” kata Abdi.
Belum lama ini juga, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) melepasliarkan 89.018 Benih Bening Lobster (BBL) hasil sitaan di Pantai Marapalam, Nagari Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat pada Sabtu (23/1).
BBL atau benur yang dilepasliarkan merupakan barang bukti penggagalan penyelundupan dari Kepolisian Resort Tanjung Jabung Timur (Polres Tanjabtim) Jambi.
“Mengemban amanat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) bersama Unit Pelaksana Teknis bertugas memberikan rekomendasi lokasi pelepasliarannya,” ujar Dirjen PRL, TB Haeru Rahayu di Jakarta, (28/1).
Dia mengungkapkan, BBL yang dilepasliarkan ditaksir bernilai Rp 8,9 Miliar. BBL tersebut dikemas dalam 487 kantong plastik beroksigen yang dibagi dalam 17 kotak gabus.
“Berdasarkan hasil identifikasi oleh Stasiun Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (SKIPM) Jambi, diketahui BBL terdiri dari 145 ekor jenis mutiara, dan 88.873 ekor jenis pasir,” ungkapnya.
Ekspor Benih Lobster Tidak Memberikan Keuntungan Signifkan
Sementara itu peneliti DFW Indonesia Asrul Setyadi mengatakan sikap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang menghentikan sementara ekspor benih lobster perlu disertai limit waktu.
“Mesti ada limit waktu sampai kapan pengehetian sementara tersebut dan dalam proses penghentian, tindakan apa yang akan dilakukan oleh KKP” kata Asrul.
Asrul menilai ekspor benih lobster selama ini tidak memberikan keuntungan signifkan bagi negara sehingga evaluasi yang dilakukan oleh KKP harus dilakukan pada semua aspek.
“PNBP dari ekspor 42 juta benih lobster pada tahun 2020 hanya Rp 10,5 juta. Ini terjadi karena aturan PNBP belum final, tapi ekspor sudah dilakukan,” ujarnya. Ia menyarankan Menteri Kelautan dan Perikanan agar berhati-hati dan mewaspadai para pihak yang tetap mengupayakan agar kebijakan ekspor benih lobster tetap ada.
“Komitmen Trenggono untuk kembangkan budidaya lobster dalam negeri kami khawatir akan berhadapan dengan mafia yang akan terus bekerja dengan berbagai cara dan wajah,” kata Asrul.
Penulis: Dewi Purningsih