BNPB: Karhutla adalah Kejahatan Kemanusiaan yang Luar Biasa

Reading time: 2 menit
Kabut asap. Foto: greeners.co

Sebaran asap di Sumatera dan Kalimantan terpantau masih terus meluas. Bahkan asap telah menyebabkan kualitas udara menurun di Filipina, Malaysia dan Singapura. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa pantauan satelit Himawari menunjukkan asap tipis hingga sedang telah menutup Laut Jawa.

Bencana asap yang dihasilkan oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla) disebut oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai bencana buatan yang terjadi akibat ulah manusia. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan bahwa 99 persen penyebab dari kebakaran adalah disengaja.

“Ini adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Sekarang saatnya kita tidak saling menyalahkan tapi bagaimana mengatasinya secara cepat. Dengan skala kebakaran yang demikian luas, tidak mungkin 1-2 minggu ke depan akan padam. Tapi semua ikhtiar kita lakukan bersama,” jelas Sutopo kepada Greeners, Jakarta, Sabtu (24/10).

Akibat dari karhutla, sebanyak 10 orang meninggal dunia di Sumatera dan Kalimantan. Korban yang meninggal disebabkan ikut terbakar saat memadamkan api dan ada yang sebelumnya memiliki riwayat sakit sehingga asap memperparah sakitnya.

“Sepuluh korban tewas ini di luar dari korban yang tujuh orang meninggal dan dua orang kritis saat mendaki Gunung Lawu itu kemudian terkepung karhutla dan akhirnya terbakar di Kabupaten Magetan, Jawa Timur pada tanggal 18 Oktober 2015‎ lalu. Ini di luar kejadian di Gunung Lawu, ya,” imbuhnya.

Sutopo juga menyatakan bahwa bencana asap ini telah menyebabkan 503.874 orang sakit ISPA‎ di enam provinsi sejak 1 Juli hingga 23 Oktober 2015. Jumlah masing-masing provinsi adalah 80.263 orang di Riau, 129.229 orang di Jambi, 101.333 orang di Sumatera Selatan, 43.477 orang di Kalimantan Barat, 52.142 orang di Kalimantan Tengah, dan 97.430 orang di Kalimantan Selatan.

Sementara itu, lanjut Sutopo, lebih dari 43 juta jiwa penduduk terpapar oleh asap. Data ini hanya dihitung di Sumatera dan Kalimantan. Data ini dianalisis dari peta sebaran asap dengan peta jumlah penduduk.

“Kemungkinan jumlah penderita yang sebenarnya lebih daripada itu karena sebagian masyarakat sakit tidak berobat ke Puskesmas atau rumah sakit. Mereka berobat mandiri sehingga tidak tercatat,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top