Budi Dayakan Koleksi Tanaman Hias, Jangan Sekadar Ambil di Alam

Reading time: 3 menit
Mengoleksi tanaman hias menjadi hobi baru dan menarik di masa pandemi. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Koleksi tanaman hias “naik daun” sepanjang pandemi Covid-19 melanda. Tanaman hias perlu pembudidayaan agar tak sekadar mengambil di alam. Para peneliti juga merekomendasikan pupuk alami (biopestisida) yang aman bagi tanaman dan lingkungan sekitarnya.

Pembatasan aktivitas sosial selama pandemi Covid-19 kerap kali membuat masyarakat jenuh. Banyak yang memilih aktivitas pengusir kejenuhan salah satunya, merawat dan mengoleksi tanaman hias.

Bahkan banyak masyarakat membuka peluang bisnis rumahan dari hobi barunya mengoleksi tanaman hias. Hal ini semakin menjadikan sektor pertanian sebagai penyelamat kondisi ekonomi di tengah pandemi.

Sekretaris Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nur Tri Aries Suestiningtyas mengatakan, tanaman hias memiliki pesona yang tidak pernah redup dengan selalu adanya jenis tanaman hias yang menjadi primadona setiap waktu.

“Ibarat tren adibusana, jenis tanaman baru atau lama selalu mencuri perhatian para florist maupun masyarakat. Tanaman hias merupakan salah satu komoditas pertanian yang akan selalu dibutuhkan manusia baik untuk menyalurkan hobi maupun mendukung perdagangan komoditas pertanian,” kata Nur dalam webinar bertajuk Tanaman Hias dan Peluang Inovasi di Masa Pandemi, di Jakarta, baru-baru ini.

Selama masa pandemi, banyak tanaman hias tropis asli terekspor melalui jalur usaha mikro kecil menengah terutama untuk jenis-jenis herba seperti anggrek liar, Nepenthes, kelompok tumbuhan araceae, Piperaceae, Begoniaceae, Impatiens, Hoya dan Aeschynanthus dan Gesneriaceae.

Budi daya koleksi tanaman hias menjadi pilihan terbaik sehingga tak sekadar ambil di alam. Foto: Shutterstock

Budi Daya Untuk Keragaman Koleksi Tanaman Hias

Peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Sri Rahayu menjelaskan bahwa tren tersebut memang menjadi peluang mengangkat ekonomi masyarakat di masa pandemi. Namun di sisi lain juga terdapat ancaman akan penurunan populasi dan larinya keuntungan tertinggi ke luar negeri. Indikasinya masyarakat melakukan perburuan langsung di hutan dan masih jarang yang melakukan budi daya dan perbanyakan.

“Tren tanaman hias ini seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik, yakni meningkatkan budi daya tanaman hias asli Indonesia,agar pemanfaatan sumber daya tanaman hias Indonesia dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat namun tetap terjaga kelestariannya,” ungkap Sri.

Senada dengan Sri, Perekayasa Madya Balai Bioteknologi BRIN, Irni Furnawanthi menyampaikan pengembangan tanaman hias perlu memerhatikan potensi lokal masing-masing daerah. Peran digitalisasi bisa menjadi sarana bisnis tanaman hias.

“Tren ini perlu riset di hulu, kajian tentang aturan kegiatan pengelolaan tanaman hias, pelestarian plasma nutfah, domestikasi, pemuliaan tanaman, budidaya, hingga kegiatan di hilir terkait dengan pembinaan start up dengan aplikasi hasil riset dari lembaga litbang,” tutur Irni.

Peneliti Aplikasi Isotop dan Radiasi BRIN, Sasanti Widiarsih juga berpandangan, pendorong utama selera pasar tanaman hias adalah kebaruan (novelty). Sementara itu, frekuensi mutasi spontan terjadi di alam sangat rendah. Untuk mempercepat pembaruan jenis tanaman hias, bisa dengan pemuliaan mutasi.

Tujuannya untuk mereplikasi kejadian di alam dengan frekuensi dan laju yang lebih tinggi, untuk menghasilkan variasi genetik yang kadang belum atau sulit publik peroleh di alam.

“Teknik mutasi, terutama dengan radiasi sinar gamma telah dunia gunakan secara luas dan populer pada tanaman hias,” imbuh Sasanti.

Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) lanjutnya, menyebut bahwa komoditas tanaman hias menyumbang 20 % varietas mutan dunia.

Biopestisida Sebagai Perawatan Alami

Untuk mendukung hobi koleksi tanaman hias ini, perlu memperhatikan sejumlah hal. Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih BRIN, Desak Gede Sri Andayani menjelaskan, organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dapat menganggu keberlangsungan pertumbuhan tanaman hias, sehingga perlu pemberian pestisida dari tanaman.

Biopestisida merupakan agen pengendali hayati berupa metabolit sekunder yang memiliki mekanisme penghambatan terhadap patogen melalui antibiotik atau senyawa kimia yang dia hasilkan.

“Biopestisida merupakan pestisida ramah lingkungan karena menggunakan bahan baku hayati dan proses pembuatan yang tidak membutuhkan biaya, tekanan dan suhu yang tinggi serta produk sampingnya dapat didaur ulang kembali menjadi produk bernilai,” kata Desak.

Penggunaan biopestisida ini berpotensi memberikan manfaat yang besar bagi pertanian dan kesehatan masyarakat. Titik pentingnya biopestisida ini mengacu pada berbagai keuntungan dari biopestisida itu sendiri yaitu tidak mencemari lingkungan.

Menurutnya, biopestisida sering kali efektif dalam jumlah yang sangat kecil dan sering terurai dengan cepat. Eksposur yang lebih rendah ini tentu menghindari masalah polusi.

“Biopestisida sangat direkomendasikan untuk tanaman hias, tanaman buah dan tanaman sayur. Karena bahannya dari lingkungan serta mikroorganisme alam, seperti limbah dari makanan yang mengandung nutrisi,” imbuhnya.

Penulis : Ihya Afayat

Top