Penerapan Ekonomi Melingkar Indonesia Masih Tradisional

Reading time: 3 menit
Penerapan Ekonomi Melingkar Indonesia Masih Tradisional
Penerapan Ekonomi Melingkar Indonesia Masih Tradisional. Foto: Shutterstock.

Ekonomi Melingkar atau Circular Economy merupakan salah satu pendekatan dalam pemanfaatan sampah. Di Indonesia, ekosistem ekonomi melingkar belum maksimal. Perlu keterlibatan semua pihak termasuk dari social entrepreneur untuk meningkatkan kualitas ekosistem tersebut.

Jakarta (Greeners) — Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, menyebut ekosistem ekonomi melingkar di Tanah Air masih tradisional. Menurutnya, saat ini ekosistemnya masih bertumpu pada sektor informal seperti pemulung atau pengepul. Sektor ini, lanjut dia, menghasilkan bahan baku untuk industri daur ulang sebanyak 80 persen.

“Kalau kita lihat kondisi itu, artinya rantai pasok atau supply chain dari ekosistem ekonomi sirkular kita belum maksimal. Boleh kita katakan masih tradisional. Dominan masih sektor informal yang memiliki kapasitas terbatas dan marjinal,” ujar Novrizal, dalam diskusi bertajuk Kolaborasi dan Komunikasi dalam Mewujudkan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan di Indonesia, Kamis, (17/12/2020).

Social Entrepreneur Lokomotif Pengelolaan Sampah

Lebih jauh, Novrizal meminta para social entrepreneur atau kewirausahaan sosial di bidang pengelolaan sampah menjadi salah satu tumpuan ekonomi melingkar. Menurutnya, para social entrepreneur mampu mengangkat ekosistem ekonomi melingkar di Indonesia jadi lebih modern.

Novrizal menyebut kemampuan pemanfaatan teknologi digital, peningkatan kesejahteraan pegawai, dan pengetahuan dalam pengelolaan sampah merupakan beberapa faktor pentingnya peran social entrepreneur.

“Kita tahu sektor informal itu marjinal menggunakan tongkat, karung, dan sebagainya. Teman-teman social entrepreneur bisa mengangkat mereka dan menjadikan mereka sebagai bagian dari sistem pengelolaan sampah,” jelasnya.

Para social entrepreneur, lanjut Novrizal, layaknya lokomotif dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Menurutnya, para social entrepreneur dapat berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dan perusahaan dalam pengelolaan sampah. Novrizal menyebut masih ada 514 pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia yang membutuhkan bantuan dari para social entrepreneur ini.

“Saya tantang kepada social entrepreneur dalam lima tahun atau  sepuluh tahun, teman-teman bisa menjadi tumpuan dari supply chain itu. Teman-teman harus bisa menjadi lokomotif pemerintah daerah. Jangan teman-teman menunggu pemerintah daerah menarik masuk ke dalam,” ucapnya.

Pemerintah Siapkan Insentif Ekonomi Melingkar

Novrizal mengatakan pemerintah pusat akan menjamin dan memfasilitasi keterlibatan social entrepreneur dalam ekonomi melingkar. Menurutnya, pemerintah memberikan dukungan agar industri daur ulang bisa kompetitif. Novrizal pun menuturkan kondisi yang dapat mendukung ekonomi melingkar.

Penerapan Ekonomi Melingkar Indonesia Masih Tradisional

Novrizal mengatakan pemerintah pusat akan menjamin dan memfasilitasi keterlibatan social entrepreneur dalam ekonomi melingkar. Foto: Shutterstock.

Berikut beberapa kondisi yang dapat mendukung ekonomi melingkar:

Insentif Fiskal

Insentif fiskal menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 2 persen bagi industri daur ulang.

Extended Producer Responsibility 

Kebijakan ini mendorong produsen bekerja sama dengan social entrepreneur untuk menyelesaikan tanggung jawab sampah.

Standarisasi Produk Recycling

Standaridasasi produk daur ulang ini diikuti kebijakan mendorong penggunaan konten recycling dengan harga murah.

Kebijakan Impor Scrap

Kebijakan impor scrap akan membantu praktik ekonomi melingkar.

Dana Insentif Daerah 

Dana insentif daerah merupakan dana bagi daerah-daerah yang memiliki kinerja baik dalam pengurangan sampah.

“Berbagai hal kita siapkan kepada teman-teman terutama yang bergerak di bidang daur ulang itu. Ini bisa jadi penyemangat yang kuat untuk teman-teman social entrepreneur menempatkan kapasitasnya menjadi mitra strategis dalam pengelolaan sampah,” hematnya.

Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Pandemi Tidak Membawa Perubahan pada Udara Jakarta

Tata Kelola Sampah dan Penegakan Hukum Masih Jadi Kendala

Sementara itu, Founder Waste4Change, Mohamad Bijaksana Junerosano, mengakui regulasi yang ada di Indonesia terkait pengelolaan sampah sudah bagus. Menurutnya, ada dua hal yang perlu peningkatan yaitu tata kelola sampah dan proses penegakan hukum.

Bijaksana mereken semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, harus bekomitmen untuk saling mengawasi tugas dan fungsi masing-masing terkait pengelolaan sampah.

Dia menjamin pihak swasta –dalam hal ini para social entrepreneur– siap menjadi mitra Pemda. Menurutnya, pihak swasta bersedia berinvestasi dalam pengelolaan sampah. Hanya saja, lanjutnya, sistem kemitraan antara swasta dan Pemda harus lebih jelas.

“Mereka (Pemda) kaget kalau ada swasta yang mau mengurusi sampah. Jadi, tidak betul-betul bisa match (cocok). Contohnya mereka khawatir retribusi sampah sebagai bagian dari pendapatan asli daerah ini bisa turun kalau swasta masuk,” tuturnya.

Penulis : Muhamad Ma’rup

Editor: Ixora Devi

Top