Enam Tahun Berjalan, Program Citarum Harum Dinilai Gagal

Reading time: 3 menit
Walhi menilai Program Citarum Harum gagal. Foto: Walhi Jabar
Walhi menilai Program Citarum Harum gagal. Foto: Walhi Jabar

Jakarta (Greeners) – Program Citarum Harum yang sudah berjalan selama enam tahun menuai kritikan dan dinilai gagal. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat (Jabar), program tersebut belum mampu memulihkan Sungai Citarum dari kerusakan secara maksimal.

Kualitas air Sungai Citarum telah menurun akibat pencemaran kotoran ternak, sampah rumah tangga, dan limbah pabrik. Sejak tahun 2018, Citarum mendapat julukan sebagai salah satu sungai paling tercemar sedunia.

Dengan demikian, pemerintah membuat pogram Citarum Harum untuk menyelamatkan Sungai Citarum dari kerusakan. Program ini berjalan berdasarkan Peraturan Presiden 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum dan akan berakhir pada tahun 2025.

Direktur Walhi Jabar, Wahyudin Iwang menilai sebelum ada program Citarum Harum, ada progam lain untuk merehabilitasi Sungai Citarum dengan anggaran triliunan rupiah. Namun, sayangnya, program tersebut juga tidak berdampak signifikan terhadap pemulihan Sungai Citarum.

“Janji pemerintah Jawa Barat bahwa air di Sungai Citarum bisa diminum tidak terbukti. Lalu, sampah tidak akan masuk ke sungai juga tidak terbukti. Janji palsu itu tidak ingin kami dengar, apalagi menggunakan anggaran fantastis, baik APBN maupun dana yang bersifat utang. Program yang sudah berjalan dalam kurun waktu 6 tahun ini kami anggap gagal,” ungkap Iwang lewat sambungan teleponnya kepada Greeners, Senin (20/5).

BACA JUGA: Susur Sungai dan Pungut Sampah Bersama Khatulistiwa Respon Tim

Gurbernur Jawa Barat sebelumnya, Ridwan Kamil, mengatakan Citarum Harum harus menunjukkan keberhasilan pemulihan sungai hingga 20% setiap tahunnya. Artinya, lanjut Iwang, dalam waktu enam tahun ini semestinya sudah mencapai 80% keberhasilannya. Namun, dari berbagai fakta di lapangan, target tersebut belum tercapai maksimal.

“Sebab, kami masih melihat banyak lahan di sekitar Sungai Citarum yang kritis. Meskipun mereka melakukan reforestasi atau penanaman bibit pohon, upaya itu tidak mengatasi masalah sepenuhnya, karena penanaman tidak mereka lakukan di lahan yang kritis. Kemudian, beberapa lahan kritis di dekat Sungai Citarum masih mengalami longsor dan banjir,” tambah Iwang.

Walhi menilai Program Citarum Harum gagal. Foto: Walhi Jabar

Walhi menilai Program Citarum Harum gagal. Foto: Walhi Jabar

Minimnya Transparansi kepada Publik

Sementara itu, Walhi Jabar menilai saat ini transparansi mengenai laporan kegiatan dan anggaran Citarum Harum kepada publik masih minim. Penegakan hukum terhadap oknum yang mencemari sungai juga masih lemah. Pengawasan program di lapangan pun masih longgar dan belum maksimal.

Buktinya, hingga saat ini masih ada sejumlah industri yang melanggar aturan. Mereka terus melakukan pencemaran air limbah ke anak-anak Sungai Citarum. Hal tersebut menandakan bahwa sikap penegakan hukum pemerintah masih lemah terhadap kelalaian industri. Mereka juga masih memberikan ruang toleransi bagi industri yang telah melanggar hukum.

Selain itu, Iwang menyoroti soal klaim yang pemerintah lakukan terhadap indeks kualitas air Citarum. Mereka mengklaim bahwa air Sungai Citarum masuk dalam kategori rendah. Namun, Walhi Jabar meragukan validitas klaim tersebut. Sebab, pemerintah tidak menjabarkan mekanisme tersebut secara rinci kepada publik.

“Kami tidak tahu bagaimana mereka melakukan proses pengambilannya secara rinci, apa alatnya? Titik lokasi di mana? Apakah melakukan saat musim hujan atau kemarau? Kami tidak setuju karena tidak transparan meskipun hal tersebut juga dilaporkan. Namun, secara rinci kami tidak bisa memahami pengetahuan mereka itu validitasnya apakah bisa dipertanggung jawabkan?” tegas Iwang. 

Sampah hingga Anggaran Menuai Kritikan

Walhi Jabar juga mengkritisi permasalahan sampah yang belum juga usai. Saat ini, gunungan sampah memang sudah jarang terlihat di bantaran sungai dan muara. Namun, sampah masih banyak mengalir ke Sungai Citarum dan belum teratasi secara tuntas dan maksimal.

“Sampah setiap hujan itu masih lari ke sungai. Celakanya, program ini hanya fokus memindahkan sampah saja, bukan mengatasi masalah sampah. Sampah dari bantaran sungai hanya mereka pindahkan ke lahan kosong atau sampahnya mereka tuang ke jalanan. Itu hanya memindahkan masalah,” imbuh Iwang. 

BACA JUGA: Bicycle Sunday #3 Giatkan Gairah Bersepeda di Kota Bandung

Kemudian, anggaran fantastis yang pemerintah gelontorkan mencapai triliunan rupiah untuk menyokong Program Citarum Harum tampaknya juga belum ada laporan yang transparan secara detail. Padahal, publik berhak mengetahui penggunaan anggaran dalam program Citarum Harum ini.

Menurut Iwang, program Citarum Harum yang pemerintah pamerkan di ajang World Water Forum ke-10 ini patut dipertanyakan bukti keberhasilannya. Pemerintah semestinya harus melihat fakta di lapangan dan membuka dialog general untuk membuktikan keberhasilan program Citarum Harum.

Pemerintah Perlu Terapkan “Zero Tolerance Policy”

Aktivis Peduli Lingkungan Jawa Barat (Pelija) Rahmat Suprihat juga ikut menyoroti Program Citarum Harum. Rahmat mendukung kampanye Walhi Jabar tentang “Zero Tolerance Policy”. Artinya, kebijakan harus pemerintah terapkan secara tegas dan memberikan sanksi tanpa adanya toleransi kepada pelaku pelanggaran.

“Pemerintah harus membangun kolaborasi dengan banyak pihak, terutama dalam membangun kesadaran atas kondisi Sungai Citarum yang baik. Mengakui atas kekurangan yang ada tidak berarti sebagai sebuah kegagalan, tetapi bisa diartikan sebagai kesadaran dan komitmen untuk terus memperbaiki,” ungkapnya.

Rahmat menekankan bahwa pemerintah perlu melibatkan masyarakat lokal di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Mereka sangat berperan untuk mengontrol setiap masalah pencemaran yang masih terjadi di sepanjang Sungai Citarum.

Walhi Jabar juga mendesak pemerintah untuk tidak memperpanjang Perpres No.15 Tahun 2018. Pemerintah bukan lagi melakukan pengendalian, tetapi juga harus tegas menghentikan kerusakan Sungai Citarum. 

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top