Hari Air Sedunia, WWF: Kondisi Sungai di Indonesia Mengkhawatirkan

Reading time: 2 menit
kondisi sungai
Ilustrasi kondisi sungai Indonesia yang tercemar. Foto: wikimedia commons

Jakarta (Greeners) – Sungai merupakan salah satu sumber air untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, dan industri. Saat ini keberadaan sungai-sungai tersebut berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.

Director Forestry and Fresh Water World Wildlife Fund for Nature (WWF), Irwan Gunawan mengatakan bahwa data per Desember 2018 menunjukkan dari 82 sungai yang dipantau, 50 sungai kondisinya stabil, 18 sungai membaik, dan 14 sungai dalam keadaan buruk. Data yang disiarkan oleh WWF menunjukkan bahwa total dari 550 sungai yang ada di Indonesia, 82 persennya dalam kondisi rusak.

Untuk memperbaiki kondisi ini, WWF bekerjasama dengan pihak swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan untuk terus menjaga keberlanjutan dari ekosistem air di Indonesia.

“Kita melihat ada beberapa fakta menarik yaitu 25,1% desa di Indonesia sudah tercemar air tanahnya. Oleh karenanya, WWF memiliki program yang fokus mengamankan daerah tangkapan air serta mengajak pihak swasta untuk bekerjasama, karena pihak swasta ini merupakan poluters dan memegang peranan vital dalam konservasi Sumber Daya Air,” ujar Irwan dalam diskusi yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Air Sedunia bertajuk “Bersama Menjaga Air Sumber Kehidupan” di Le Meridien, Jakarta, Jumat (22/03/2019).

BACA JUGA: Menteri LHK Tetapkan SK Daya Tampung Beban Pencemaran pada Sungai 

Menurut Irwan, pihak swasta yang baik memiliki kalkulasi konsumsi air yang baik, tidak konsumtif dalam memakai air, dan bersumber dari jaringan perpipaan serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentunya harus dibarengi dengan kerja pemerintah yang memiliki berbagai program untuk memberikan layanan air bersih untuk masyarakat.

Data Bappenas tahun 2017 menunjukkan indeks kualitas air terendah berada di wilayah provinsi DKI Jakarta sebesar 35% sementara kualitas air tertinggi ada di provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 70%.

Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas, Nur Hygiawati Rahayu mengatakan bahwa ketersedian dan permintaan air di Indonesia belum seimbang. Belum ada ketersediaan air secara berkelanjutan namun dari sisi permintaan terus bertambah sejalan dengan pertumbuhan penduduk.

“Diperkirakan pada tahun 2045, pulau Jawa akan devisit air permukaan dan ini sangat mengkhawatirkan dan menjadi perhatian pemerintah,” kata Nur Hygiawati yang akrab disapa Yuke ini.

BACA JUGA: Kualitas Air di Jakarta Dipertanyakan, Kandungan E-Coli Melebihi Ambang Batas  

Yuke menyatakan bahwa saat ini pemerintah memiliki program perbaikan kualitas dan memperluas layanan air bersih, di antaranya infrastruktur distribusi air, konservasi lingkungan, pemantauan kualitas air, menyusun water safety plan, pemetaan daerah terkait pencemaran air, dan mendorong efisiensi air. Pemerintah juga menyiapkan bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk air minum sebesar Rp782.635.000 untuk 382 daerah di seluruh Indonesia di tahun 2019 ini.

“Berbagai kegiatan dilakukan untuk air bersih ini dan harus ada peran dari pemerintah daerah juga. Kalau kami sebagai pemerintah pusat menyiapkan DAK dan yang akan mengembangkan itu Pemda,” katanya.

Di sisi lain, Direktur Partnership WWF-Indonesia, Ade Swargo Mulyo mengatakan bahwa WWF memiliki komitmen untuk melaksanakan kegiatan revitalisasi daerah tangkapan air dengan fokus utama di 6 wilayah daerah aliran sungai (DAS). Keenam wilayah tersebut yaitu DAS Peusangan Aceh, DAS Kampar-Riau Sumatera Barat, DAS Mahakam Kalimantan Timur, DAS Ciliwung Jawa Barat, DAS Rinjani Lombok, dan DAS Bikuma Papua.

Ade menyatakan kalau revitalisasi DAS ini sebagai Solusi Berbasiskan alam (SBA). Kegiatan revitalisasi tersebut meliputi restorasi hutan dan lahan basah alami, menyambung kembali sungai ke dataran rendah yang kerap digenangi air, dan menciptakan penyangga vegetasi di sepanjang aliran sungai.

Penulis: Dewi Purningsih

Top