Hari Pangan Sedunia, Petani di Indonesia Masih Belum Berdaya

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: freeimages.com

Jakarta (Greeners) -Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah rumah tangga tani pada tahun 2003 masih berjumlah 31 juta rumah tangga. Namun, berselang satu dekade kemudian, jumlah keluarga tani tersebut merosot menjadi 26,5 juta. Hal tersebut dikatakan Menteri Pertanian Amran Sulaiman bahwa minat menjadi petani menurun karena penghasilan petani yang sangat minim.

Menurut Amran, rata-rata petani yang hanya mengantongi Rp 200 ribu per bulan dirasa sangat kecil dibanding dengan harga bahan pokok yang terus meroket. Penurunan jumlah petani itu pun berpotensi menggangu target swasembada beras sebesar 73,4 juta ton gabah kering giling.

Namun, Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) M.S. Sembiring menyatakan bahwa sebenarnya petani tidak harus selalu menggantungkan mata pencahariannya hanya terhadap beras semata. Rata-rata petani sawah di Indonesia mempunyai lahan garapan sekitar 0,3 hektar.

“Sudah saatnya petani di Indonesia berdaya. Petani sebagai soko pangan di Indonesia perlu mendapatkan perlindungan agar kehidupannya lebih baik,” ujar Sembiring seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Sabtu (17/10).

Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) sendiri menggarisbawahi nasib hidup petani pada Hari Pangan Sedunia yang jatuh setiap tanggal 16 Oktober. Khusus untuk Indonesia, tema hari pangan tersebut mengangkat “Pemberdayaan Petani Sebagai Penggerak Ekonomi Menuju Kedaulatan Pangan”.

Puji Sumedi, Program Officer untuk Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI menyatakan ada tiga kata kunci dalam tema hari pangan tahun ini. Ketiga kata kunci tersebut, kata Puji Lagi, terletak pada aspek pemberdayaan petani, penggerak ekonomi dan kedaulatan pangan.

Memulai dari pemberdayaan petani, lanjutnya, bisa dirujuk data-data dari Badan Pusat Statistik tentang nasib petani. Data menunjukkan bahwa profesi petani tak lagi menjadi pilihan utama generasi muda. Tapi, semacam kewajiban turun temurun atau memang tak ada lagi pilihan pekerjaan yang lain. Di Indonesia, nasib petani seakan tak berjamin. Jika gagal panen dan lahan tergadai, pemerintah belum bisa mengulurkan tangannya.

“Namun setidaknya angin sejuk sudah berhembus mulai pekan pertama Oktober 2015. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan mulai pekan ini,petani yang gagal panen bisa mendapatkan uang santunan asuransi pertanian. Kebijakan tersebut berlaku, lantaran dana premi asuransi sebesar Rp 150 miliar kepada Asuransi Jasindo sebagai penyelenggara asuransi pertanian sudah dicairkan,” kata Puji.

Selain itu, untuk kata kunci yang kedua, Puji menambahkan, langkah positif dari OJK tersebut tentunya masih memerlukan dukungan dari internal petani. Artinya, petani juga harus cerdas dan inovatif sesuai dengan kondisi geografis dan iklim setempat. Puji mencontohkan, untuk petani di Nusa Tenggara Timur yang kering, dibutuhkan teknik pertanian dengan memanfaatkan sedikit air yang bisa tumbuh subur di lahan kering. Dengan teknik ini diharapkan petani bisa tetap mendapatkan pendapatan tanpa tergantung dengan musim.

“Kesejahteraan nasib petani akan membuat profesi ini berkelanjutan. Lantaran generasi muda melihat menjadi petani adalah profesi yang menjanjikan. Maka dari itu,merujuk ke kata kunci kedua, bahwa pemberdayaan petani sebagai penggerak ekonomi pun akhirnya bisa terwujud,” lanjutnya.

Kata kunci terakhir adalah kedaulatan pangan. Undang-Undang Pangan No 18 Tahun 2012 sudah mendefinisikan kedaulatan pangan dalam pasal satu ayat dua. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Definisi tersebut menegaskan posisi pangan lokal. Sayang, menurut Puji, kedaulatan pangan belum ditanggapi serius oleh pemerintah.

“Bukti nyata adalah target swasembada pangan. Bisa dilihat jumlah yang harus dicapai hanya berkutat pada varietas padi, jagung dan kedelai (pajale). Padi dengan 73,4 juta ton gabah kering giling, jagung sejumlah 20 juta ton dan kedelai sebanyak 2, 5 juta ton. Idealnya sumber swasembada pangan itu tidak hanya diukur dari pajale, sesungguhnya potensi pangan Indonesia sangat kaya,” pungkas Puji.

Sebagai Informasi, untuk tahun 2015 ini, tema poster Hari Pangan Sedunia mengangkat permasalahan yang lebih terfokus pada perlindungan dan pemberdayaan petani yaitu “Perlindungan Sosial dan Pertanian: memutus siklus kemiskinan di pedesaan.”

Penulis: Danny Kosasih

Top