Kampanye Penyelamatan Mata Air, Warga Bulukerto Gelar Festival Mata Air

Reading time: 2 menit

Batu (Greeners) – Warga Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, menggelar Festival Mata Air pada tanggal 7 hingga 8 November 2014. Kegiatan ini merupakan inisiatif warga terhadap kondisi mata air di wilayahnya yang terus berkurang. Yang tersisa pun mengalami penyusutan debit air sehingga mengancam pertanian dan kebutuhan akan air bersih.

Ari Prayitno, Panitia Festival Mata Air 2014 mengatakan, festival ini terdiri dari berbagai kegiatan. Di antaranya, selamatan di Sumber Gemulo yang mata airnya digunakan warga di Bulukerto dan desa lainnya untuk berbagai kebutuhan sehari-hari dan pertanian. Selain itu, ada juga Sarasehan Pelestarian Lingkungan yang mengangkat tema “Mari Kita Jaga Kelestarian Sumber Mata Air dari Ancaman Krisis”.

Menurut Ari, krisis mata air sudah sedemikian rumit. Sudah saling kait-mengait antara satu sebab dengan penyebab lainnya. Meski sudah ada yang berhasil melakukan penyelamatan mata air, namun sangat tidak sebanding dengan penurunan debit dan berkurangnya mata air.

Kegiatan semacam ini, menurutnya, adalah salah satu bentuk kampanye kepada masyarakat luas untuk saling mengingatkan, menjaga dan melestarikan mata air yang tersisa. “Salah satunya dengan mewujudkan dalam bentuk aksi-aksi budaya berupa Ruwat Mata Air atau bentuk-bentuk acara yang mendorong masyarakat memosisikan mata air dalam dimensi sakralitas,” katanya, Jumat (7/11/2014) malam usai acara sarasehan.

Dengan memosisikan mata air dalam dimensi sakralitas, kata Ari, keberadaan mata air bukan hanya perlu dirawat secara fisik, namun juga perlu di“ruwat” sebagai bentuk perawatan nonfisik.

“Kearifan budaya mengajarkan, bahwa alam semesta ini, termasuk mata air harus dihormati, tidak boleh diperlakukan semena-mena, karena alam semesta telah banyak memberikan jasa kepada umat manusia,” tutur Aris lebih lanjut.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, Ony Mahardika yang juga hadir dalam acara ini, mengapresiasi kegiatan warga semacam ini. “Kepedulian penyelamatan lingkungan seperti ini harus terus dikembangkan,” katanya.

Ony meminta pemerintah tegas terhadap keselamatan ekologis wilayah dan tidak membiarkan ketidaktaatan terhadap tata ruang, pengalihfungsian wilayah-wilayah serapan, serta penghancuran sumber mata air dan kerusakan keseluruhan ekosistem terus berlarut-larut.

Menurutnya, keberadaan mata air di Jawa timur semakin tahun terus berkurang. Ia menyontohkan, data Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur menyebutkan, tahun 2010, Jawa Timur mempunyai mata air sebanyak 4.389 yang tersebar di 30 kabupaten. Sedangkan data Perum Jasatirta I, menyebutkan jumlah mata air di wilayah DAS Brantas sebanyak 1.597 buah yang tersebar 10 kabupaten.

“Di Kabupaten/Kota Malang terdapat 358 sumber mata air dan di kota Batu sebanyak 109 sumber mata air,” ujarnya.

Namun saat ini, lanjut Ony, sumber mata air yang berada di Batu telah mengalami kekeringan di 52 mata air dan 30 % berada di Kecamatan Bumiaji. Sumber mata air yang mengalami kekeringan tersebut 20 titik berada di lahan milik Perhutani dan 32 sumber mata air di lahan rakyat.

Dari data di atas, ujar Ony, di Kota Batu saat ini hanya tersisa 6 mata air yang tergolong baik dengan debit air yang cukup besar, lima diantaranya berada di Kecamatan Bumiaji dan satu di Kecamatan Batu. Salah satunya, yaitu Sumber Umbul Gemulo yang berada di Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, yang memiliki debit 179 liter/detik.

Sumber Umbul Gemulo menjadi tumpuan hidup tidak hanya bagi enam ribu warga Desa Bulukerto, tapi juga bagi ribuan warga di enam desa lainnya dan PDAM Kota Batu yang menyuplai kebutuhan air bersih bagi warga Kota Batu. Enam desa tersebut diantaranya, adalah Desa Sidomulyo, Bumiaji, Pandanrejo, Sisir, Mojorejo, dan Pendem.

(G17)

Top