Virus Marburg Menyebar, Epidemiolog : Tingkatkan Kewaspadaan

Reading time: 2 menit
Kemunculan virus baru harus masyarakat waspadai dengan memperkuat pencegahan. Foto: Freepik dan ilustrasi Greeners

Jakarta (Greeners) – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memanggil para ahli di seluruh dunia untuk membahas virus Marburg. Hal ini menyusul penyebaran virus mematikan di Guinea hingga ke komune Olamze, Kamerun, Afrika.

Dua kasus yang diduga terpapar yakni seorang anak laki-laki dan perempuan berusia 16 tahun, sekitar dua mil dari Guinea. Dua orang tersebut tak memiliki riwayat perjalanan ke Guinea tapi mereka mengeluhkan gejala penyakit ini seperti demam dan muntah darah.

Saat ini di Guinea, sebanyak 16 kasus suspek baru terkait virus ini. Sebelumnya sembilan orang meninggal karena virus Marburg dan 200-an orang harus karantina. Mereka juga menunjukkan tanda-tanda penyakit mematikan ini, termasuk muntah darah dan keluarnya darah dari mata.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyatakan, meski kasus virus Marburg saat ini masih di angka dua digit tapi masyarakat harus meningkatkan kewaspadaannya.

Angka virus Marburg saat ini jauh daripada kasus di Angola, Afrika Tengah pada tahun 2004-2005 yang mencapai 252 kasus. Namun, temuan dua kasus di Kamerun menjadi sinyal penyebaran tak terdeteksi.

“Karena bagaimanapun masa inkubasi virus ini bisa sampai tiga minggu. Dan artinya ini bisa tidak terdeteksi. Ada strain yang fatal sekali terutama kalau terinfeksi dari penularan jarum suntik, bahkan bisa 90 % kematiannya,” katanya kepada Greeners, Jumat (17/2).

Hal ini diperparah dengan kondisi masyarakat di Afrika yang miskin dan berkembang. “Di negara-negara seperti ini deteksi sangat terbatas, masyarakat yang melaporkan pun belum tentu mau,” imbuhnya.

Aktivitas para peneliti di lab. Kegiatan penelitian terhadap virus jadi sesuatu yang penting. Foto: Freepik

Pentingnya Kesiapsiagaan dari Virus Marbrug

Kemudian dengan masa inkubasi yang lama seiring tingginya arus penerbangan baik dari wilayah di dalam Afrika maupun luar negeri, hal ini harus menjadi perhatian. Dicky menekankan pentingnya kesiapsiagaan Indonesia.

“Penguatan pintu masuk negara dengan melihat riwayat perjalanan. Terlebih kalau dari Afrika maka harus wajib lapor atau kita pastikan tak bergejala,” ucapnya.

Virus Marburg masuk ke dalam daftar virus berpotensi pandemi dengan memiliki spektrum klinis yang tumpang tindih alias mirip dengan virus Ebola.

Virus Marburg ini adalah kelompok filovirus yang sangat menular dan mematikan (mirip dengan virus Ebola) yang pertama kali pada tahun 1967 di Marburg dan Frankfurt, Jerman, dan Beograd, Serbia.

Penyakit ini menular melalui kontak dengan cairan tubuh atau jaringan hewan atau manusia yang terinfeksi. Dengan masa inkubasi 2 hingga 21 hari, virus ini menimbulkan gejala seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, dan muntah.

Sekitar hari kelima setelah timbulnya gejala, ruam, yang paling menonjol di badan (perut, dada, punggung), dapat terjadi. Saat ini tidak ada pengobatan khusus untuk Marburg. Wabah jarang terjadi, relatif kecil, tetapi sangat fatal, dengan tingkat fatalitas kasus berkisar antara 25 % hingga 90 %.

Ancaman penyakit ini sebagai wabah, cepat atau lambat pasti terjadi. “Saat ini menurut saya belum, namun pada gilirannya, cepat atau lambat bila strategi pengendalian lemah, vaksin dan obat tidak tersedia maka ancaman makin besar untuk dunia,” tandasnya.

Penulis: Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top