Pemuka Agama Berpotensi Besar Serukan Perubahan Iklim

Reading time: 2 menit
Dialog bersama Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal dan Habib Ja'far Al Hadar. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Jakarta (Greeners) – Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menyebut, peran penting para pemuka agama menyuarakan isu perubahan iklim. Sebanyak 85 % penduduk dunia memeluk agama sehingga pemuka agama berpotensi besar mengaungkan permasalahan global seperti perubahan iklim.

“Penilaian kami institusi yang paling dipercaya oleh publik adalah pemimpin agama. Ini merupakan platform yang baik menyerukan soal perubahan iklim,” katanya dalam diskusi bertajuk “Amanah Islam Menjaga Bumi Bersama di Jakarta, Jumat (14/4).

Tema tersebut seiring berlangsungnya bulan suci Ramadan dan menjelang hari Bumi sedunia tanggal 22 April. FPCI menggabungkan kedua tema dan menghasilkan topik landasan Al-Qur’an mengenai kelestarian lingkungan, krisis iklim, dan peran muslim dan umat manusia dalam menanganinya.

Ia menyebut, potensi para pemimpin agama sangat besar. Sebab, kini telah banyak pemimpin dan tokoh agama yang berbicara terkait isu lingkungan. “Kini saatnya bagaimana agar mereka terhubung dengan tema yang lebih besar seperti perubahan iklim,” ucap Dino.

Demikian juga dengan agama Islam yang menjadi agama mayoritas di Indonesia. Ia menilai telah ada perubahan prespektif agama Islam dalam melihat masalah perubahan iklim meski belum sepenuhnya optimal.

“Indonesia punya peran besar. Kita berpenduduk muslim terbesar dan banyak kekayaan dalam menyajikan ajaran Islam yang bermanfaat untuk perubahan iklim,” imbuhnya.

Ia menyebut jika masyarakat sama sekali tak melakukan aksi dan mitigasi, potensi kenaikan suhu bisa mencapai 4 derajat Celcius akibat perubahan iklim. Celakanya, ini tak dapat kita rasakan saat ini, tapi nanti pada generasi selanjutnya.

Dino menambahkan pentingnya menjaga suhu dengan memastikan penurunan emisi sebesar 50 % untuk 10 tahun ke depan, dan memastikan nol emisi pada tahun 2050.

Habib Ja’far Al Hadar. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Perubahan Iklim Disampaikan melalui Pendekatan Agama dan Humanis

Senada dengannya, tokoh agama Habib Ja’far Al Hadar menyatakan kesadaran ekologis harus ditanamkan pada para pemuka atau tokoh agama di Indonesia. Sebagai negara berpenduduk Islam terbesar, tokoh agama memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, pemuka agama menggaungkan kesadaran itu pada umat Islam dengan pendekatan agama yang humanis. “Pada Covid-19 kemarin misalnya, imbasnya ke kita terganggu seperti ibadah hingga mental kita. Ini bisa kita suarakan ke mereka seperti dalam khotbah Jumat,” jelasnya.

Selain itu, para pemimpin agama Islam dapat membangun kolaborasi dengan pakar atau aktivis-aktivis lingkungan untuk menggencarkan aksi-aksi mengurangi dampak lingkungan. Misalnya, kampanye pengurangan sampah plastik hingga larangan membakar sampah yang selama ini telah mengakar sebagai tradisi masyarakat.

Lebih lanjut, para pemuka agama juga harus menanamkan bahwa merusak lingkungan merupakan perbuatan dosa karena menghanguskan tanda-tanda Tuhan di muka bumi. “Bisa jadi umat beragama jauh lebih tunduk dan takut dosa daripada nilai atau norma lainnya,” kata dia.

Ia juga melihat potensi kolaborasi antar agama di Indonesia yang mampu menyatukan aksi-aksi kesadaran ekologis secara lebih komprehensif.

“Saat ini, memang kolaborasi antar pemeluk agama menekankan nilai toleransi. Namun, tak memungkinkan jika kita bisa langsung melompat menyatu dalam kebaikan lingkungan,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top