Tiket TN Komodo Rp 3,75 Juta, Beri Tahu Publik Pengelolaannya!

Reading time: 3 menit
Sejumlah wisatawan melihat dari dekat satwa langka komodo di TN Komodo. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Rencana pemerintah menaikkan harga tiket masuk Taman Nasional (TN) Komodo Rp 3,75 juta per orang diwarnai pro dan kontra. Di satu sisi kenaikan tarif dinilai layak karena kondisi komodo yang langka. Namun pengelolaan dana karena kenaikan tarif yang fantastis itu perlu publik ketahui.

Rencananya kenaikan tarif kunjungan ke TN Komodo mulai berlaku per 1 Agustus 2022. Sebelumnya harga tiket masuk ke TN Komodo hanya Rp 150.000.

Ketua East Java Ecotourism Forum (Ejef) Agus Wiyono mengatakan, satu-satunya tempat di dunia yang masih ada satwa komodo dan hidup di alamnya hanya di TN Komodo. Selain itu komodo masuk dalam jajaran satwa langka yang sangat dilindungi. Bahkan, untuk keperluan pendistribusian atau pertukaran antarnegara harus seizin presiden.

Saat ini tren berwisata menjelma menjadi gaya hidup dan prestise sehingga tak sedikit yang mengejar destinasi spesial, termasuk TN Komodo. Agus menyebut, kenaikan tiket menjadi wajar karena kelangkaan komodo.

Namun, ia mempertanyakan pengelolaan dana yang terkumpul dari tarif tiket masuk yang mencapai Rp 3,75 juta tersebut. Ia menyebut pentingnya transparansi pada publik untuk mengetahui aliran dana tersebut.

“Apakah hanya alasan biaya perawatan yang tinggi seperti pemeliharaan satwa yang berada di Taman Safari? Sepanjang tidak ada keterbukaan aliran atau distribusi manfaat menaikan tiket itu akan menjadi pro kontra bahkan konflik,” katanya kepada Greeners, Sabtu (23/7).

Aksi Demo Menolak Kenaikan Harga Tiket TN Komodo

Sebelumnya, ratusan massa gabungan para pelaku usaha pariwisata dan warga lokal Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Selayar Kecil menggelar aksi demo menolak kenaikan harga tiket TN Komodo.

Kebijakan kenaikkan tarif masuk tersebut mereka nilai sangat merugikan. Alasannya karena berdampak menurunkan jumlah wisatawan dan berimbas pada pelaku usaha sektor pariwisata.

Agus menyebut, dana yang terkumpul dari kenaikan tarif tiket tersebut harus dipastikan kejelasannya. “Artinya tidak digarong atau tidak memperkaya instansi atau oknum instansi tertentu,” tegasnya.

Ia menegaskan, keberlanjutan TN Komodo tak lepas dari peranan masyarakat lokal di sekitarnya. Oleh karena itu penting memikirkan nasib keberlanjutan para pelaku usaha yang terdampak. Jika masyarakat lokal mendapat manfaat yang proporsional, termasuk manfaat ekonomi maka mereka memiliki ownership yang kuat terhadap pelestarian komodo dan habitatnya sendiri.

“Jangan sampai harga tinggi itu justru menguntungkan orang-orang yang jauh dari komodo,” tandasnya.

Komodo di Pulau Rinca NTT. Foto : Shutterstock

Perlu Perhatikan Kualitas Pariwisata

Dosen Program Studi Pariwisata Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI), Diaz Pranita menilai, berdasarkan data US National Parks, rata-rata tiket masuk pariwisata yaitu US$ 35.

“Jika penetapan harga tiket mencapai US$ 200, lantas nilai yang ditawarkan seperti apa. Wisatawan pasti akan selalu membandingkan value dari suatu produk atau jasa,” imbuhnya.

Lebih jauh Diaz menyebut, tantangan industri pariwisata saat ini justru harus membangun pengalaman wisata yang lebih baik. Misalnya melalui produk-produk yang pengelola wisata tawarkan selain adanya peningkatan biaya.

Sebelumnya Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi TN Komodo Carolina Noge menyatakan, dengan tarif tiket Rp 3,75 juta, biaya konservasi akan dilakukan secara kolektif tersistem. Atau Rp 15 juta per empat orang per tahun.

Hitungan tersebut dari pertimbangan biaya konservasi akibat hilangnya nilai jasa ekosistem karena lonjakan kunjungan wisatawan ke TN Komodo. Ia menyebut nilai jasa ekosistem yang hilang yaitu mencapai Rp 11 triliun.

Sebelumnya, berdasarkan hitungan dan rekomendasi hasil kajian, biaya konservasi sebagai kompensasi dari setiap kunjungan wisatawan berkisar antara Rp 2.943.730 hingga Rp 5.887.459

Presiden Tegaskan Keseimbangan Konservasi dan Ekonomi

Secara terpisah, Presiden Joko Widodo menyebut perlunya keseimbangan antara konservasi dan ekonomi dalam pengembangan pariwisata TN Komodo.

Jokowi mengungkapkan, ada kesepakatan Pulau Komodo dan Pulau Padar sebagai tempat konservasi. Sementara untuk wisatawan di Pulau Rinca. Ia menyebut di Labuan Bajo, komodo tidak hanya hidup di satu pulau. Akan tetapi ada di Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Padar.

“Komodo bentuknya sama, wajahnya juga sama. Kalau mau lihat Komodo silahkan ke Pulau Rinca, di sini ada Komodo. Mengenai bayarnya berapa, tetap. Tapi kalau mau sekali lihat yang di Pulau Komodo, ya silahkan. Enggak apa-apa juga tetapi ada tarifnya yang berbeda,” katanya usai meresmikan pembangunan infrastruktur pariwisata di Pulau Rinca beberapa waktu lalu.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top