KLHK : Angka Deforestasi Turun 75 % Sepanjang Tahun 2019-2020

Reading time: 3 menit
KLHK dalam refleksi akhir tahun 2021 menyebut angka deforestasi turun 75 %. Foto: KLHK

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, sepanjang tahun 2019-2020 angka deforestasi di Indonesia turun hingga 75 % dibanding tahun 2018-2019. Hal ini tercapai berkat aturan pelarangan penerbitan izin baru, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengendalian iklim serta kebijakan perhutanan lainnya.

Untuk mengetahui keberadaan dan luas tutupan lahan di dalam maupun di luar kawasan hutan, KLHK memantau deforestasi setiap tahunnya. Pemantauan terhadap seluruh daratan Indonesia seluas 187 juta hektare (ha) terlaksana dengan menggunakan citra satelit dan identifikasi lapangan.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruwandha Agung Sugardiman mengatakan, luas kawasan hutan di Indonesia mencapai 125,7 juta ha. Dari jumlah itu, dari hasil pemantauan hutan tahun 2020, luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 95,6 juta ha atau 50,9 % dari total daratan. 

“Sebanyak 92,5 % dari total luas berhutan atau 88,4 juta ha berada di dalam kawasan hutan,” katanya dalam refleksi akhir tahun KLHK, di Jakarta, Kamis (16/12).

KLHK lanjutnya juga mencatat, deforestasi netto tahun 2019-2020 baik di dalam maupun di luar kawasan hutan Indonesia adalah sebesar 115.500 ha. Sebagai pembanding, hasil pemantauan hutan Indonesia tahun 2019 menunjukkan bahwa deforestasi netto tahun 2018-2019 baik di dalam dan di luar kawasan hutan Indonesia adalah sebesar 462.400 ha.

“Dengan memperhatikan hasil permantauan tahun 2020 dan 2019 secara netto deforestasi Indonesia tahun 2019-2020 terjadi penurunan 75 %,” ucapnya.

Perhutanan Sosial Bantu Tekan Deforestasi

Program perhutanan sosial yang KLHK lakukan turut mendorong upaya menekan angka deforestasi. Hingga 13 Desember 2021, capaian perhutanan sosial mencapai 4,8 juta ha. Hak kelola hutan ini meliputi 7.296 SK untuk 1.048.771 kepala keluarga.

Selain itu, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto menargetkan penetapan hutan adat tahun 2021 sebanyak 14 unit.

Berdasarkan catatan tahun 2015, pemanfaatan hutan produksi yang luas totalnya mencapai 43 juta ha masih dominan korporasi kuasai. Rinciannya, 400.000 ha penguasaan komunal dan 42,6 juta oleh koorporasi. Sementara masyarakat di 25.853 desa yang di tinggal di kawasan hutan malah dalam kondisi miskin.

“Ini ironi. Sumber daya berlimpah, tetapi masyarakat di desa yang tinggal di dalam kawasan hutan, itu miskin. Dan faktor yang menjadi penting adalah faktor keadilan akses,” kata Bambang.

Dari kondisi itulah, Presiden Joko Widodo memerintahkan adanya keadilan bagi masyarakat hutan. Paling tidak 30 % pemanfaatan hutan oleh masyarakat. Nilai targetnya mencapai 12,7 juta ha.

Pemerintah menargetkan perhutanan sosial menjadi salah satu cara menekan deforestasi dan laju perubahan iklim. Foto: Shutterstock

TORA Coba Selesaikan Batas Kawasan Hutan

Sementara itu, selain perhutanan sosial, pemerintah juga mendorong percepatan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dari kawasan hutan. TORA juga menjadi bagian dari upaya menekan deforestasi. Hingga Desember 2021 realisasi TORA mencapai 2,7 juta ha.

“Upaya untuk mewujudkan kawasan hutan yang mantap dilakukan melalui inventarisasi sumber daya hutan, penyelesaian batas kawasan hutan, percepatan penyelesaian pemetaan dan penetapan seluruh kawasan hutan,” paparnya.

Selain itu, meningkatkan keterbukaan data dan informasi sumber daya hutan, integrasi perencanaan kawasan hutan, penyiapan prakondisi untuk meningkatkan kualitas tata kelola di tingkat tapak serta pelaksanaan perizinan yang jelas, cepat dan terukur.

Menurut Ruandha, penataan batas dan penetapan kawasan hutan selain sebagai upaya memberikan kejelasan batas dan status hukum atas kawasan hutan. Di samping itu juga agar ada pengakuan atau legitimasi publik serta kepastian hak atas tanah bagi masyarakat yang berbatasan atau di sekitar kawasan hutan.

Penulis : Sol

Top