Delima Silalahi, Raih Goldman 2023 atas Perjuangannya untuk Masyarakat Adat

Reading time: 3 menit
Delima Silalahi saat menerima penghargaan. Foto: Goldman Environmental Prize

Jakarta (Greeners) – Hutan merupakan salah satu warisan untuk masa depan masyarakat adat dan masyarakat lainnya di Indonesia. Dalam melestarikannya, Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Delima Silalahi berhasil mendapatkan hak pengelolaan tanah untuk kelompok adat di Sumatra Utara.

Melalui dedikasinya terhadap lingkungan, Delima berhasil meraih Anugerah Lingkungan Goldman 2023. Penghargaan kepadanya ini termasuk dalam kategori wilayah dan negara kepulauan.

Penghargaan ini diberikan setiap tahun kepada pahlawan lingkungan dari enam benua. Anugerah Lingkungan Goldman memberikan penghargaan atas pencapaian aktivis lingkungan di seluruh dunia yang memberikan inspirasi dan aksi kepada masyarakat untuk melindungi bumi.

Selain Delima Silalahi asal Indonesia, pejuang lingkungan dari Zambia, Finlandia, Brasil dan Amerika Serikat juga meraih Goldman Environmental Prize 2023.

Delima, wanita berusia 46 tahun ini dapat memberikan prestasi untuk bangsa, berkat kampanyenya bersama komunitas masyarakat adat di Tano Batak. Alhasil, pemerintah memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 hektare hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak.

“Saya sangat gembira, walaupun saya sadar bahwa ini bukanlah perjuangan saya sendiri. Ini adalah kemenangan buat gerakan masyarakat adat di Indonesia. Perjuangan hak atas tanah, hak atas identitas kita itu tidak turun dari langit itu diperjuangkan,” katanya saat menerima penghargaan di Amerika Serikat.

Ia juga menganggap, saat ini ia dan masyarakat adat tidak sedang melanggar hukum. Sebab, ada konstitusi yang menjamin perjuangan yang mereka lakukan, serta negara tidak akan memberikannya begitu saja.

Delima Silalahi. Foto: Goldman Environmental Prize

Delima Silalahi Berkomitmen Lestarikan Hutan Adat

Keenam komunitas masyarakat adat yang mendapatkan pengakuan tersebut berkomitmen melestarikan hutan adatnya. Enam kelompok masyarakat adat ini memiliki program pemulihan kawasan hutan adat mereka.

Aksi yang mereka lakukan dengan menanam kembali spesies hutan asli, termasuk pohon kemenyan. Komunitas masyarakat yang berkomitmen di antaranya Pandumaan Sipituhuta, Nagasaribu Onan Harbangan, Bius Huta Ginjang, Janji Maria, Simenak-menak, dan Tornauli Aek Godang Adiankoting.

Delima bersama KSPPM juga mendukung masyarakat untuk menanam kembali dan merestorasi ekosistem. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan tutupan pohon hutan dan ketahanan iklim alami.

Meski dihadapkan dengan industri paling berkuasa di Sumatra Utara, Delima dan komunitas masyarakat adat berhasil mendapatkan hak pengelolaan sah atas hutan adat masyarakat. Ini merupakan kemenangan bagi ketahanan iklim, keanekaragaman hayati, dan hak masyarakat adat.

Berinteraksi dengan masyarakat adat Tano Batak. Foto: Goldman Environmental Prize

Berhasil Raih Hak Kelola 7.213 Hektare Tanah

Sebagai aktivis lingkungan, Delima Silalahi ikut langsung untuk memimpin kampanye. Di bawah pimpinannya, akhirnya misi yang diusungnya berhasil. Hingga mendapatkan hak pengelolaan sah terhadap 7.213,12 hektare tanah hutan tropis bagi enam kelompok masyarakat adat di Sumatra Utara.

Tidak hanya itu, sosok Delima juga menjadi pahlawan bagi masyarakat adat di sana. Berkat perjuangannya bersama komunitas, ia berhasil meraih kembali tanah ini dari perusahaan pulp dan kertas yang telah mengubah sebagian lahan ini menjadi hutan tanaman industri eukaliptus. Tanaman tersebut bukan tanaman asli dan perusahaan kembangkan secara monokultur.

Keenam kelompok masyarakat adat ini telah memulai restorasi hutan, sehingga menciptakan serapan karbon berharga di hutan tropis Indonesia dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top