Tekan Laju Perubahan Iklim, Buktikan Kontribusi dari Perhutanan Sosial

Reading time: 3 menit
Pemerintah menargetkan perhutanan sosial menjadi salah satu cara menekan laju perubahan iklim. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Pemerintah terus mendorong percepatan distribusi perhutanan sosial di Indonesia. Harapannya selain mendorong kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, program ini bisa berkontribusi menekan dan mengendalikan laju perubahan iklim.

Dalam perhutanan sosial, masyarakat mendapat tanggung jawab menanam dan mengelola hutan. Sehingga pemerintah berharap hal ini bisa mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang bisa menyumbang emisi karbon. Emisi karbon dengan konsentrasi tinggi secara terus menerus setiap tahunnya akan memcepat pemanasan global yang berujung pada menguatnya perubahan iklim.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto menjelaskan, perhutanan sosial mempunyai peran yang besar dalam mewujudkan pengendalian perubahan iklim.

Hal tersebut terlihat dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi melalui pengurangan emisi dari deforestasi, pengurangan emisi dari degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, manajemen hutan yang berkelanjutan dan peningkatan stok karbon hutan.

“Perhutanan sosial memegang peran penting dalam kontribusi perubahan iklim dan net sink FoLU 2030, karena berbasis grass root management dan forest management. Masyarakat memperoleh benefit dari sana sehingga akan menjaga hutan sekaligus turut berperan dalam penyerapan karbon,” kata Bambang dalam keterangan resminya di Jakarta, baru-baru ini.

Saat ini, pemerintah menargetkan pencapaian distribusi akses perhutanan sosial yaitu 12,7 juta hektare (ha). Namun saat ini yang baru tercapai 4,8 juta ha yang tersebar di 33 provinsi. Dari jumlah tersebut, capaian hutan adat seluas 1,1 juta ha.

Penetapan hutan adat ini bertujuan untuk memberikan ruang hidup bagi masyarakat adat dan melindungi hak-hak adat dan kearifan lokal dalam menjaga hutan.

Butuh Upaya Progresif Tekan Laju Perubahan Iklim

Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional Wahyu Perdana mengapresiasi hal tersebut. Namun ia menyayangkan pencapaian distribusi akses perhutanan sosial baru sekitar 4,8 juta ha. Padahal target pemerintah mencapai 12,7 juta ha.

“Sayangnya alih-alih dibandingkan konsesi yang diberikan pada korporasi, dari periode pertama Jokowi itu targetnya 12 juta hektare. Sampai sekarang baru sekitar 4 jutaan hektare, ini menjadi tanda tanya besar di tengah kemudian konsesi mendapat kemudahan banyak sekali,” kata Wahyu kepada Greeners di Jakarta, Rabu (24/11).

Wahyu mencontohkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang seharusnya menjadi tonggak penegakan hukum namun malah memberikan kelonggaran bagi konsesi.

“Misalnya klausul yang baru dalam Undang-Undang Cipta Kerja menyebutkan konsesi dalam kawasan hutan itu alih-alih dilakukan penegakan hukum justru diberi kelonggaran waktu untuk menyelesaikan syarat-syarat administrasinya. Jadi enak sekali padahal operasi yang berjalan tidak sah di kawasan-kawasan itu secara ilegal banyak sekali,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Wahyu menegaskan dalam menekan laju perubahan iklim memerlukan upaya yang progresif dan perlindungan hutan yang lebih masif.

“Dalam konteks perubahan iklim, kita sebenarnya butuh banyak upaya yang lebih progresif. Kita perlu perlindungan hutan yang lebih masif. Kita perlu moratorium itu bukan dicicil perdua tahun. Begitu termasuk juga perlindungan ekosistem gambut yang jika terjadi kerusakan berdampak pada krisis iklim,” tandasnya.

Kekeringan yang berkepanjangan menjadi salah satu dampak perubahan iklim. Foto: Shutterstock

Net Sink FoLU 2030 Bantu Indonesia Mencapai NZE

Sementara itu, Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa berpendapat, konsep Net Sink Forestry and Other Land Uses (FoLU) 2030 merupakan keadaan ketika sektor lahan dan hutan menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskannya.

“Jadi konsepnya adalah bahwa di kehutanan dan penggunaan lahan lain itu jumlah emisi yang diserap lebih besar dibandingkan emisi yang dihasilkan, emisi yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas,” ungkap Mahawan kepada Greeners.

Menurutnya, di Indonesia dua sumber emisi tersebut berasal dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan serta sektor energi. Mahawan mengatakan, hasil dari Net Sink FoLU ini akan sangat membantu dalam menekan laju perubahan iklim di Indonesia.

“Di Indonesia sumber utamanya dua, sektor kehutanan dan penggunaan lahan ini serta energi. Otomatis target Net Sink FoLU 2030 ini tentu saja akan sangat membantu untuk reduksi emisi Indonesia secara nasional. Karena sumber emisi besarnya di dua tempat itu. Net Sink FoLU ini sangat berkontribusi terhadap upaya mempercepat Indonesia menuju net zero emission (NZE),” ujarnya.

Penulis : Fitri Annisa

Top