Mahasiswa Maluku Utara Desak Pemerintah Hentikan Proyek Pembuangan Limbah Tailing

Reading time: 2 menit
Forum Mahasiswa Maluku Utara
Forum Mahasiswa Maluku Utara di Jakarta menuntut pemerintah mencabut izin lokasi proyek pembuangan limbah tailing ke laut dalam (Deep Sea Tailing Placement), di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Maret 2020. Foto: www.greeners.co/Ridho Pambudi

Jakarta (Greeners) – Forum Mahasiswa Maluku Utara mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek pembuangan limbah tailing dan tambang di Maluku Utara. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga dituntut untuk membatalkan empat rekomendasi pemanfaatan ruang laut di Kepulaun Obi dan Morowali. Tiga perusahaan yang mengajukan rekomendasi baru di antaranya PT QMB, PT SCM, dan PT HNC. Sedangkan satu perusahaan yakni PT TBP telah lebih dahulu memperoleh rekomendasi.

Direktur Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar mengatakan, proyek pembuangan limbah tailing secara tidak langsung akan mematikan sumber penghidupan masyarakat di Kepulauan Obi. Sebab, kata dia, proyek akan berdampak terhadap 3.000 keluarga nelayan ikan tangkap yang menjadikan laut sebagai sumber mencari nafkah. Pembuangan limbah tailing ke laut dalam juga berisiko besar bagi kesehatan masyarakat.

Forum Mahasiswa Maluku Utara

Mahasiswa Maluku Utara di Jakarta melakukan aksi di depan kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Maret 2020. Para mahasiswa menuntut pemerintah agar mencabut rekomendasi pemanfaatan ruang laut di Kepulaun Obi dan Morowali. Foto: www.greeners.co/Ridho Pambudi

“Risiko pembuangan tailing yang pertama itu soal keselamatan nelayannya. Berikutnya setelah kehilangan wilayah tangkap, dampak kesehatan akibat terpapar limbah tailing itu sendiri. Masyarakat menjadi konsumen pangan laut yang ada di dua perairan itu,” ucap Melky, di Jakarta Pusat, Kamis, 12 Maret 2020.

Ia menuturkan limbah tailing atau nikel dibuang ke laut dalam atas dasar dua sebab. Pertama karena jumlah limbah yang dihasilkan sangat besar sehingga tidak memungkinkan untuk dibuang ke daratan. Kedua, pulau tersebut termasuk ke dalam zona merah atau rawan gempa. “Dua alasan ini mengapa pemerintah dan perusahaan tidak membuang tailing ke daratan, tetapi ke perairan laut dalam,” kata dia.

Adapun Muhammad Jamil Divisi Hukum Jatam menuturkan frasa izin lokasi sama dengan izin pembuangan tailing. Menurutnya, izin lingkungan tidak akan bisa terbit tanpa adanya izin lokasi. Jamil mengatakan bahwa perlindungan terhadap ruang hidup warga pesisir juga harus dilihat secara keseluruhan. Termasuk keberlanjutan ikan dan biota laut di dalamnya. “Maluku sebagai lumbung pangan ikan nasional harusnya menentang bahwa ini berbahaya (dan) ke depan akan merusak lumbung pangan nasional,” ucap Jamil.

Penulis: Ridho Pambudi

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top