Lapindo Nyatakan Pengeboran di Sidoarjo Sudah Diperhitungkan

Reading time: 2 menit
Foto: wikimedia.org

Malang (Greeners) – Andi Darussalam Tabussala, Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) yang merupakan anak perusahaan PT Lapindo Brantas, menyatakan bahwa pengeboran sumur gas baru yang akan dilakukan Lapindo Brantas sudah diperhitungkan dengan matang.

Menurut Andi, pengeboran dilakukan untuk mendapatkan pemasukan guna melunasi utang kepada pemerintah pusat. Dalam pengeboran ini, kata Andi, semua prosedur sudah dilakukan, baik izin maupun persyaratan pengeboran. Ia malah mempertanyakan alasan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menolak pengeboran di Sidoarjo.

“Alasannya apa? Kalau kami tidak mendapat income untuk membayar utang, Walhi mau melunasi?,” ujar Andi kepada Greeners melalui sambungan telepon, Jumat (08/01/2016) petang.

Selain itu, sebelum memulai pengeboran, Andi menyatakan pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada warga masyarakat. Ia pun meminta warga agar tidak perlu khawatir karena dalam pengeboran nanti sudah diperhitungkan semuanya dengan matang. “Sudah diperhitungkan semuanya,” ujar Andi.

Sebelumnya, Walhi Jatim menolak rencana pengeboran sumur gas baru PT Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur. Walhi menilai, pengeboran yang rencananya tahun 2016 mulai dilakukan di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo hanya berjarak kurang dari 2 kilometer dari area yang telah terkubur semburan lumpur Lapindo.

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jatim, Ony Mahardika menyampaikan, alasan Lapindo Brantas mengebor di wilayah darat Sidoarjo untuk membayar dana talangan yang dikucurkan pemerintah sangatlah tidak mendasar. Menurutnya, wilayah konsesi blok Brantas berada di wilayah laut sangat luas. Konsesi ini membentang dari Mojokerto hingga perairan Probolinggo. “Kawasan yang jauh dari permukiman harusnya menjadi prioritas jika hendak melakukan pengeboran baru,” kata Ony dalam rilisnya, Jumat (8/1/2016).

Pertimbangan lainnya, lanjut Ony, hingga saat ini tidak ada satupun mekanisme yang dapat memastikan aset-aset sosial rakyat dan lingkungannya aman atau dipastikan bisa segera dipulihkan jika terjadi bencana akibat kecelakaan migas. Bahkan, belum ada satupun pihak yang diseret ke pengadilan akibat kecelakaan migas yang menyebabkan korban di pihak rakyat.

Walhi mencatat, pada tanggal 29 Mei 2006, di desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, eksplorasi migas di tengah perkampungan padat penduduk berubah menjadi petaka. Semburan lumpur Lapindo mengubur wilayah seluas lebih dari 800 hektare di tiga kecamatan: Porong, Tanggulangin dan Jabon. Lumpur Lapindo menghancurkan kehidupan masyarakat di lebih dari 15 desa dan lebih dari 75 ribu jiwa terusir dari kampung halamannya.

Penulis: HI/G17

Top