Banjarmasin (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa rencana pembentukan Badan Restorasi Gambut akan serupa dengan Badan Pengelola Reduksi Emisi Deforestasi dan Degradasi Lahan Gambut (BP REDD+) yang telah dilebur ke dalam KLHK oleh Presiden Joko Widodo pada awal pemerintahannya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa pembentukan badan ini nantinya akan bertugas untuk mengelola dan mengontrol lahan-lahan gambut. Pengelolaan dilakukan dengan suatu sistem operasi yang dibuat seperti pembentukan konstruksi untuk mengendalikan kanal-kanal yang banyak dan terkait pengaturan airnya, termasuk pengaturan tata air yang membutuhkan kontrol konstruksi serta sistem pengaturan yang melibatkan masyarakat.
“Badan ini akan berada langsung di bawah Presiden. Kemarin sudah rapat sama wapres, sudah disepakati bentuknya badan. Sekarang sedang dikaji lagi dasar hukumnya tapi kecenderungannya akan Peraturan Presiden (Perpres),” jelasnya kepada Greeners di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Sultan Adam Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu (25/11).
Terkait pendanaan, Siti mengungkapkan bahwa badan ini akan mendapatkan dana yang sebelumnya diperuntukan untuk program REDD+. Program itu sebelumnya sempat mendapat pembiayaan dari pemerintah Norwegia sebesar 1 miliar dollar Amerika Serikat (AS), namun dihentikan karena Presiden membubarkan BP REDD+ pada Januari lalu.
“Pengadaan dana dari Norwegia karena mereka memang ada komitmen, tapi kita belum bahas detailnya. Selain Norwegia, World Bank juga ingin tahu seperti apa bentuk badan restorasi ekosistem gambut ini dan mereka mau kasih hibah,” tuturnya lagi.
Dihubungi terpisah, Direktur Wetlands International Indonesia Nyoman Suryadiputra mengatakan bahwa pembentukan Badan Restorasi Gambut ini akan menjadi bagus apabila badan ini juga bertugas untuk mengkoordinasikan semua upaya pemulihan lahan akibat kebakaran.
Namun, ia menambahkan bahwa tetap harus jelas siapa yang mesti memulihkan lahan bekas kebakaran yang sudah terjadi. Ia juga menyarankan agar biaya pemulihan tidak dibebankan kepada pemerintah, apalagi kalau lahan yang akan dipulihkan adalah milik konsesi swasta.
“Saya sarankan badan ini mengkoordinasikan berbagai hal terkait pengelolaan gambut, termasuk review, sinkronisasi dan revisi berbagai kebijakan terkait gambut yang kontradiktif dengan upaya pengelolaan gambut berkelanjutan. Seperti misalnya Permentan No. 14/2009 tentang budidaya kelapa sawit di lahan gambut, Permentan No. 11/2015 tentang sistem sertifikasi ISPO,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pemerintah berencana akan merestorasi lahan gambut untuk mengantisipasi terulangnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kemudian hari. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa program tersebut bisa direalisasikan dengan dana bantuan swasta, sehingga tidak mengganggu keuangan negara. Badan Restorasi Gambut ini akan diisi oleh orang-orang profesional dan akan memiliki askes langsung kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Penulis: Danny Kosasih