Nilai Ekspor Kayu Olahan Indonesia Capai USD 10.59 Miliar

Reading time: 2 menit
kayu olahan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Foto: Humas KLHK

Jakarta (Greeners) – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengapresiasi bisnis kehutanan yang kian berkembang. Siti mengatakan, di tengah gejolak ekonomi industri kayu masih eksis. Hal ini ditandai dengan ekspor kayu olahan Indonesia yang cenderung meningkat.

Secara keseluruhan sumbangan sektor kehutanan pada Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional didominasi kayu. Pada tahun 2014 nilainya sebesar Rp 74,6 triliun meningkat menjadi Rp 91,6 triliun pada tahun 2017.

“Nilai tersebut datang dari hasil ekspor kayu olahan yang cenderung meningkat dengan produksi kayu bulat dan (kayu ini) didominasi dari hutan tanaman. Negara-negara Asia, Amerika Utara dan Uni Eropa mendominasi tujuan ekspor kayu olahan Indonesia,” ujar Siti dalam sambutannya di acara Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) di Ruang Rimbawan Manggala Wanabhakti KLHK, Jakarta, Selasa (13/11/2018).

BACA JUGA: Ilegal Logging di Jambi, KLHK Amankan 42 Meter Kubik Kayu 

Pada tahun 2018 per bulan Oktober tercatat angka ekspor kayu olahan senilai USD 10.59 miliar. Sebelumnya, pada tahun 2017 produksi kayu bulat dari hutan alam sebanyak 5,8 juta meter kubik dan kayu bulat dari hutan tanaman industri sebanyak 38 juta meter kubik, dan pada tahun 2016 sebanyak 32 juta meter kubik.

Cina menempati peringkat pertama tujuan ekspor kayu Indonesia. Proporsinya pada tahun ini meningkat dibandingkan tahun 2017, naik sebesar 18,52 %. Mengikuti dibelakangnya adalah Jepang, dan USA menggantikan Uni Eropa di posisi ketiga di tahun 2017.

Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo mengatakan sektor usaha optimis menghadapi tahun 2019 meskipun berada di tengah perseteruan dagang Amerika Serikat dan Cina serta momen pemilihan kepemimpinan nasional.

“Fondasi kinerja sektor hulu di tahun 2018 cukup kuat, antara lain diindikasikan dari membaiknya harga kayu log, tren positif kenaikan produksi kayu nasional dan peningkatan perolehan sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL),” ujar Indroyono.

BACA JUGA: SVLK Tingkatkan Nilai Ekspor Kayu Indonesia Hingga 10,94 Miliar Dolar 

Ia mengatakan, dari sisi penilaian kinerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), datanya cukup menggembirakan. Kinerja IUPHHK mengalami kenaikan yang diukur dari perolehan sertifikat PHPL atau Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), baik yang bersifat mandatory maupun voluntary.

Menurut data APHI, perolehan sertifikat PHPL mandatory oleh IUPHHK-HA naik dari 121 unit menjadi 131 unit, sertifikat PHPL voluntary (FSC) naik dari 24 unit menjadi 26 unit. Untuk IUPHHK-HT, perolehan sertifikat PHPL mandatory sedikit menurun dari 92 unit menjadi 91 unit, namun peroleh sertifikat VLK mandatory naik dari 17 unit menjadi 44 unit dan perolehan sertifikat PHPL voluntary (IFCC-PEFC) naik dari 57 unit menjadi 63 unit.

Indroyono mengatakan, untuk memperkuat kinerja sektor hulu tersebut, APHI melalui kerjasama dengan PNORS Technology, mengembangkan sistem pemasaran dan perdagangan hasil hutan secara on line berbasis SVLK dalam bentuk bursa produk hasil hutan Indonesia “Indonesia Timber Exchange (ITE) System / E-Commerce”. Sistem ini telah diluncurkan melalui ekspor perdana ke Amerika Serikat pada awal tahun 2018 di Semarang.

“Sistem telah kita sempurnakan dan siap memfasilitasi anggota APHI dan industri kehutanan atau eksportir. Sistem ini untuk memasarkan kayu dan produk kayu olahan yang terhubung dengan jaringan pasar domestik dan dunia,” pungkas Indroyono.

Penulis: Dewi Purningsih

Top