BMKG: Waspada Potensi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan

Reading time: 3 menit
Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto: Freepik
Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat waspada terhadap cuaca ekstrem saat peralihan musim dalam sepekan depan. BMKG meyakini masih ada potensi peningkatan curah hujan yang signifikan.

BMKG memonitor masih ada hujan intensitas sangat lebat hingga ekstrem sejak 22 April 2024 di beberapa wilayah di Indonesia. Di antaranya Luwu Utara (Sulawesi Selatan), Banjarbaru (Kalimantan Selatan), Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), dan Tanjung Perak Surabaya (Jawa Timur).

Kondisi tersebut turut memicu terjadinya bencana hidrometeorologi di beberapa wilayah. Berdasarkan informasi perkembangan musim BMKG, sekitar 63% wilayah Zona Musim diprediksi mengalami awal musim kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2024. Kemudian, pada periode pertengahan April beberapa wilayah masih cukup basah dan terjadi hujan.

BACA JUGA: Hadapi Perubahan Iklim, BMKG Tekankan Pentingnya Data Kelautan

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto menyatakan, masih ada potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah daerah. Di antaranya sebagian besar Sumatra, Jawa bagian barat dan tengah, sebagian Kalimantan dan Sulawesi. Selanjutnya, curah hujan wilayah Maluku dan sebagian besar Papua juga berpotensi meningkat.

“Potensi hujan signifikan terjadi karena kontribusi dari aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial, serta kondisi suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia,” ujar Guswanto di Jakarta, Sabtu (27/4).

Gelombang Panas Melanda Negara Asia

Selain potensi hujan, awal pekan ini terpantau gelombang panas (heat wave) melanda berbagai negara Asia dan Asia Tenggara. Misalnya, Thailand yang berada dekat dengan Indonesia dengan suhu maksimum mencapai 52°C.

Bagi Indonesia, suhu udara maksimum diatas 36,5°C tercatat di beberapa wilayah, yaitu pada tanggal 21 April di Medan, Sumatra Utara mencapai suhu maksimum 37,0°C. Kemudian, di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37,8°C. Pada 23 April di Palu, Sulawesi Tenggah mencapai 36,8°C.

Guswanto menambahkan, tersebut terjadi karena posisi semu matahari pada bulan April berada dekat sekitar khatulistiwa. Hal itu menyebabkan suhu udara di sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari.

“Fenomena suhu panas di Indonesia bukan merupakan heat wave (gelombang panas). Sebab, memiliki karakteristik fenomena yang berbeda, hanya dipicu oleh faktor pemanasan permukaan sebagai dampak dari siklus gerak semu matahari. Sehingga, dapat terjadi berulang dalam setiap tahun,” tambahnya.

Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto: Freepik

Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto: Freepik

Masyarakat Perlu Waspada Potensi Cuaca Ekstrem

Kepala Pusat Meteorologi Publik Andri Ramdhani menerangkan, bulan April merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia. Sehingga, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem.

“Seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es,” ungkapnya.

Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari. Pola hujan juga dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.

Menurut Andri, hal ini terjadi karena radiasi matahari pada pagi hingga siang hari cukup besar. Kemudian, memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer, sehingga memicu terbentuknya awan.

BACA JUGA: COP28, BMKG Tunjukkan Antisipasi Bencana di Pesisir

Di samping itu, karakteristik hujan pada periode peralihan cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Apabila kondisi atmosfer menjadi labil atau tidak stabil, maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat.

“Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat atau petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Dalam dua hingga tiga hari ke depan, potensi labilitas lokal kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di hampir sebagian besar wilayah Indonesia,” imbuh Andri.

Andri mengimbau masyarakat agar tetap tenang, meski perlu tetap waspada terhadap potensi bencana. Terutama, banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Ia juga meminta masyarakat untuk mengenali potensi bencana di lingkungan masing-masing.

Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana perlu melakukan langkah sederhana. Salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan. Masyarakat perlu bergotong royong menjaga kebersihan dan menata lingkungan sekitarnya.

“Pantau terus informasi peringatan dini cuaca melalui aplikasi info BMKG untuk mendapatkan informasi yang lebih detail,” tambah Andri.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top