NU Muda dan LSM Lingkungan Dorong Negara Selesaikan Konflik SDA

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Pada tanggal 3 Agustus 2015 lalu, musyawarah kaum muda Nahdlatul Ulama (NU) 2015 membahas agenda-agenda kerakyatan yang salah satunya adalah agenda pendampingan masyarakat, khususnya terhadap konflik sumberdaya alam dan lingkungan serta rekonsiliasi dan resolusi konflik sosial.

Peserta musyawarah yang hadir dari seluruh penjuru nusantara tersebut membahas persoalan konflik sumberdaya alam seperti kasus “urut sewu” di Kebumen, konflik masyarakat di Gunung Lemongan di Lumajang, kasus pertambangan di Kalimantan, konflik perkebunan di Kabupaten Batang, kasus semen di Kabupaten Rembang, dan kasus sosial lainya dibahas secara serius dalam musyawarah tersebut.

Muhnur Satyahaprabu, penasihat hukum dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang seringkali membantu atau mendampingi warga yang mengalami konflik sumberdaya alam turut hadir dalam pertemuan tersebut. Di sana, ia menyampaikan bahwa konflik sumberdaya alam selalu berkaitan dengan penguasaan aset lahan.

Menurut Muhnur, saat ini penguasaan aset lahan dikuasai oleh segelintir elit. Selain itu, penetrasi modal akan lahan sangat cepat dan kuat karena dibantu oleh kekuasaan negara. Jika tidak ada pengaturan yang kuat atas penguasaan lahan, maka konflik sumberdaya alam mustahil akan berkurang.

“Masalah yang paling jelas adalah regulasi politik dan kekuasaan. Sampai saat ini partai politik masih menggantungkan sumber pendanaanya pada hasil kekayaan sumberdaya alam. Bisa dilihat bahwa saat ini yang berkuasa baik di pemerintah pusat maupun daerah hampir pasti menggunakan kekuasaannya untuk menjual sumberdaya alam dengan izin-izin,” jelas Muhnur melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Rabu (05/07).

Sementara itu, Fatkhul Khoir dari Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya yang terlibat dalam komisi rekonsiliasi dan konflik sosial juga meminta kepada NU untuk terlibat dan mendesak negara agar segera menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, khususnya yang bersumber pada konflik agraria maupun sumberdaya alam.

“Saat ini kendala terbesar adalah kemauan politik, terutama pada level kebijakan Presiden,” tambahnya.

Roy Murtadho dari Front Nahdliyin untuk keadilan sumberdaya alam pun menyampaikan bahwa agenda NU kedepan adalah jihad melawan fundamentalisme agama dan fundamentalisme pasar. NU, katanya, harus turun dari langit dan kembali sebagai pelayan umat. “Tanpa pelayanan basis maka NU akan ditinggalkan umatnya,” katanya dalam musyawarah tersebut.

“Saat ini warga Nahdliyin banyak yang sedang berjuang mempertahankan hak-haknya. Kantong-kantong warga NU sedang mengalami banyak konflik sosial, maka NU harus hadir dan membela kepentingan umatnya,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top