Organisasi Sipil Desak Jepang Hentikan Pendanaan Proyek Energi Fosil

Reading time: 2 menit
Organisasi Sipil mendesak Jepang untuk menghentikan pendanaan proyek energi fosil. Foto: Walhi
Organisasi Sipil mendesak Jepang untuk menghentikan pendanaan proyek energi fosil. Foto: Walhi

Jakarta (Greeners) – Sejumlah organisasi masyarakat sipil kembali menggelar aksi protes di depan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Mereka mendesak pemerintah Jepang untuk menghentikan pendanaan besar terhadap proyek bahan bakar fosil dan teknologi yang dinilai sebagai solusi palsu terhadap krisis iklim.

Aksi ini merupakan inisiasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Solidaritas Perempuan, dan Aksi! for Gender, Social, and Ecological Justice. Salah satu sorotan utama mereka adalah inisiatif Asia Zero Emission Community (AZEC) yang dipimpin Jepang dan mulai dijalankan di Indonesia.

Kelompok masyarakat sipil menilai AZEC justru memperpanjang ketergantungan terhadap energi fosil. Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Armayanti Sanusi, menyatakan bahwa proyek ini berjalan tanpa transparansi dan partisipasi masyarakat yang bermakna, terutama perempuan yang sangat bergantung pada alam.

“Ketiadaan informasi yang memadai, transparansi, maupun partisipasi bermakna dari masyarakat terutama perempuan yang selama ini dekat dengan alamnya membuktikan pemerintah Jepang dan Indonesia gagal mempertimbangkan dampak sosial, lingkungan, serta hak asasi manusia yang dapat berpengaruh pada masyarakat luas,” kata Armayanti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/6).

BACA JUGA: Dominasi Energi Fosil di RUPTL Menjauhkan Komitmen Transisi Energi di Indonesia

Pada Agustus 2024, Indonesia resmi menandatangani kerja sama dengan Jepang dalam kerangka Asia Zero Emission Community (AZEC). Inisiatif ini diklaim sebagai bagian dari upaya transisi menuju energi terbarukan. Namun, dari total 68 nota kesepahaman (MoU), hanya 15 yang benar-benar berkaitan dengan teknologi energi terbarukan.

Sisanya, 27 MoU justru berkaitan dengan bahan bakar fosil seperti gas alam cair (LNG) serta teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS). Sementara itu, 9 MoU berkaitan dengan biomassa, 2 MoU membahas pasar karbon, dan 15 lainnya belum jelas peruntukannya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Jepang telah mengalokasikan dana khusus sebesar USD 500 juta untuk mendukung proyek AZEC. Pendanaan itu resmi mereka luncurkan pada 5 Mei 2025.

Dana Energi Fosil dari Jepang

Manajer Kampanye Tata Ruang dan InfrastrukturΒ  Walhi, Sawung, mengatakan bahwa Jepang masih mendanai energi fosil secara masif di Indonesia. Di masa lalu, Jepang banyak membiayai pembangkit batu bara. Saat ini, hanya tersisa pembiayaan di pertambangan batu bara melalui pinjaman dari bank-bank jepang, terutama membiayai gas, baik di hulu atau pun hilir.

“Di hulu seperti Masela, Tangguh, dan Donggi Senoro. Di hilir banyak membiayai pembangkit listrik tenaga gas. Pilihan masih membiayai dan mengembangkan energi fosil ini akan menambah parah krisis iklim yang saat ini terjadi,” ujar Sawung.

BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Tolak AZEC, Apa Dampak Sebenarnya dari Inisiatif Ini?

Sawung menambahkan, investasi Jepang dapat mempengaruhi pemerintah Indonesia untuk memberikan insentif pajak. Sebab, investasi tersebut masuk ke dalam investasi energi terbarukan dan teknologi bersih. Hal ini tentunya akan mempengaruhi sistem perpajakan di Indonesia yang akan berdampak pada banyak sektor.

Selain itu, investasi Jepang dalam proyek-proyek bahan bakar fosil tentunya tidak bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, terutama kelompok rentan dan perempuan. Proyek tersebut tidak hanya menimbulkan risiko kesehatan, tetapi juga sosial dan ekonomi masyarakat, terutama dengan kerusakan ekosistem dan lingkungan yang terjadi.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top