Pencemaran Laut, Persoalan Dasar Sampah Belum Terjawab

Reading time: 2 menit
Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Selain sempat dinobatkan sebagai penyumbang sampah plastik nomor dua terbesar di dunia, yaitu sebanyak 1,29 juta ton per tahun, Indonesia juga telah menjadi negara pemburu hiu terbesar di dunia bahkan mencapai 13 persen tangkapan hiu secara global. Belum lagi masalah praktik penangkapan ikan secara berlebih.

Untuk mengeluarkan Indonesia dari predikat tersebut, tentunya dibutuhkan partisipasi dari banyak pihak, termasuk masyarakat dalam upaya menghentikan pencemaran sampah plastik dan mendukung pola perikanan berkelanjutan. Juru Kampanye Laut Greenpeace Arifsyah Nasution mengatakan, untuk teluk Jakarta saja, misalnya, hingga saat ini masih belum terlihat adanya upaya serius dari pemerintah untuk membangun penghalang air agar sampah tidak terbuang ke lautan apabila banjir terjadi.

BACA JUGA: Pencemaran di Teluk Jakarta Didominasi Limbah Domestik

Padahal, katanya, volume sampah di Jakarta setiap tahun terus meningkat dan apa yang sering dilakukan oleh pemerintah, terusnya, tidak pernah menyasar persoalan dasar terkait sampah di Jakarta. Ia memberikan contoh sebuah riset yang pernah dilakukan oleh Greenpeace di beberapa pulau di sekitar Jakarta. Menurutnya, sampah-sampah plastik yang ada di teluk Jakarta dan terdampar di beberapa pulau adalah sampah jenis plastik yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jakarta.

“Di sini bukan hanya masyarakat yang bisa kita edukasi, tapi para produsen juga sudah seharusnya memastikan kalau sampah mereka tidak terlepas begitu saja di lingkungan. UU No. 18 tahun 2008 telah memandatkan pada produsen untuk bertanggungjawab pada sampahnya. Ini tidak dijalankan dan pemerintah membiarkannya,” jelas Arif saat ditemui di sela acara Festival Laut yang diadakan oleh Greenpeace di Jakarta, Sabtu (08/10).

Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Menurut Arifsyah, permasalahan dasar sampah terdapat pada sistem yang dibagi menjadi dua, yaitu kesadaran masyarakat dan ketidaksanggupan mengendalikan jumlah timbulan sampah. Kedua permasalahan ini sudah seharusnya diinisiasi dan dipimpin oleh pemerintah.

BACA JUGA: KIARA: 13.000 Sampah Plastik Mengapung di Permukaan Laut

Menanggapi polemik penerapan kantong plastik berbayar yang tengah hangat diperbincangkan saat ini, ia menilai kalau kebijakan tersebut masih merupakan solusi sementara. Kebijakan tersebut akan menjadi pintu masuk untuk menyadarkan masyarakat tapi tidak menjawab persoalan. “Solusinya, ya, penggunaan kantong plastik memang harus dilarang,” katanya.

Sebagai informasi, dalam penyelenggaraan acara Festival Laut yang diadakan untuk kedua kalinya ini juga akan dideklarasikan sebuah gerakan global “Break Free From Plastic” yang bertujuan untuk membangun solidaritas dengan orang-orang di seluruh dunia dan masyarakat terdampak sehingga tercipta masa depan yang bebas dari polusi sampah plastik.

Pelaksanaan Festival Laut kali ini mengangkat tema “Aku Cinta Laut” yang diselenggarakan guna meningkatkan kesadaran masyarakat yang selama ini menjadi pasar pengguna kantong plastik dan pengonsumsi ikan laut tentang pentingnya menghentikan pencemaran sampah plastik dan mendukung praktik perikanan berkelanjutan.

Penulis: Danny Kosasih

Top