Program Agroforestri Lahan Gambut Indonesia Tampil di COP27

Reading time: 2 menit
Rehabilitasi gambut dan mangrove Indonesia dukung pencapaian penurunan emisi karbon dari sektor FoLU. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Pemulihan lahan gambut di kawasan hutan produksi yang masyarakat kelola melalui skema perhutanan sosial seperti HKm dan agroforestri berpotensi memberi kontribusi dalam mencapai target Forestry and other Land Use (FoLU) Net Sink 2030.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna mengatakan, melalui skema perhutanan sosial, masyarakat lokal di Indonesia dapat memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan.

“Hal ini secara bersamaan dapat berkontribusi dalam memulihkan kawasan hutan,” katanya dalam rangkaian COP27 di Sharm El-Sheikh, Mesir, baru-baru ini.

Keberadaan lahan gambut sangat penting bagi upaya global untuk memerangi perubahan iklim dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) lainnya.

Manfaat lainnya mengajak dan membantu dalam transisi menuju masyarakat rendah karbon, menurunkan suhu lingkungan di daerah sekitar.

Selain itu, memberikan solusi berbasis alam termasuk mengatur sistem hidrologi tanah, memasok makanan, serat dan produk lokal lainnya yang menopang perekonomian, perlindungan dari panas yang ekstrem, meminimalkan risiko banjir dan kekeringan serta mencegah intrusi air laut.

Lebih jauh, Dolly mengungkap skema ini menawarkan kondisi yang memungkinkan untuk restorasi lahan gambut jangka panjang. “Tidak hanya selaras dengan agenda global dalam mitigasi iklim tetapi juga mampu mendorong peningkatan sosial ekonomi masyarakat lokal yang berkelanjutan,” tambah dia.

Agroforestri di Lahan Gambut

Belantara Foundation bersama Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) Wono Lestari dan pemangku kepentingan setempat dapat dukungan dari KPHP Tanjung Jabung Timur Unit XIV, One Tree Planted dan APP Sinarmas mengembangkan program proteksi dan restorasi lahan gambut melalui agroforestri ini.

Program ini berada di wilayah perhutanan sosial, yaitu hutan kemasyarakatan seluas 93 hektare (ha) di Desa Jati Mulyo, Provinsi Jambi. Wilayah ini juga berdampingan dan berdekatan dengan Hutan Lindung Gambut Londrang yang merupakan bagian dari salah satu kawasan hidrologi gambut penting di Provinsi Jambi.

Di tahun 2018, Gapoktanhut Wono Lestari di Desa Jati Mulyo, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi telah memperoleh izin pengelolaan hutan kemasyarakatan selama 30 tahun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang masyarakat kelola melalui perhutanan sosial. Pemanfaatannya untuk pemberdayaan masyarakat lokal dengan memberikan hak untuk menggunakan lahan secara lestari dan berkelanjutan.

Cara ini harapannya dapat mempertahankan fungsi hutan dan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dolly Priatna memberi paparan terkait program agroforestri di COP27. Foto: Belantara Foundation

Pengelolaan Berkelanjutan

Senada dengan Dolly, Ketua Gapoktanhut Wono Lestari, Riyanto mengatakan program agroforestri bersama Belantara Foundation ini dapat membantu masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan lahan gambut yang terdegradasi secara berkelanjutan. Hal ini dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Sementara itu, Kepala KPHP Tanjung Jabung Timur Unit XIV, M. Izuddin mengatakan, KPHP Tanjung Jabung Timur Unit XIV memiliki tugas utama melakukan proteksi dan restorasi lahan gambut.

Oleh karena itu, KPHP Tanjung Jabung Timur Unit XIV mendukung penuh kerja sama bersama Belantara Foundation, Gapoktanhut Wono Lestari dan pemangku kepentingan lainnya ini.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top