Penggunaan Jerat pada Satwa Terjadi di Aceh  

Reading time: 2 menit
Gajah Sumatera
Seekor anak gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) sedang diobati petugas. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Jakarta (Greeners) – Jerat yang dipasang di hutan merupakan ancaman serius bagi kehidupan satwa liar. Penggunaan perangkap ditemukan masih dilakukan oleh masyarakat di Aceh untuk menangkap binatang di hutan. Seekor anak gajah Sumatera ditemukan terkena jerat tali nilon, pada Sabtu (15/8), di Desa Blang Sukon, Kemukiman Cubo, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh (BKSDA), Agus Arianto mengonfirmasi bahwa perburuan satwa dengan memakai jebakan masih terjadi di Kota Serambi Mekah itu. Menurutnya jerat yang ditemui di gajah itu diperuntukkan untuk memburu rusa atau babi hutan dan dimanfaatkan untuk konsumsi warga. “Masalah penjeratan dan perburuan satwa liar dalam bentuk apa pun dilarang karena bisa mengenai satwa liar lainnya,” ujar Agus saat dihubungi Greeners melalui telepon, Senin, (17/8/2020).

Baca juga: LBH Makassar: Penahanan Nelayan Kodingareng Menyalahi Prosedur

Meski penggunaan jerat telah menurun, kata dia, masyarakat diminta tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa. Agus juga melarang masyarakat menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati.

“Serta tidak memasang jerat atau racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar yang dilindungi. Jika melanggar, masyarakat dapat dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucapnya.

Ia juga menegaskan bahwa aktivitas penjeratan dapat menyebabkan konflik satwa liar khususnya gajah Sumatera dengan manusia. Dampaknya, kata dia, dapat berakibat terhadap kerugian ekonomi hingga korban jiwa maupun keberlangsungan hidup satwa liar.

Gajah Sumatera

Petugas sedang mengobati seekor anak gajah yang terluka. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Penemuan individu gajah itu merupakan kerja sama Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh yang terdiri dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree dan Resor Wilayah 5 Sigli serta dokter hewan di Pusat Kajian Satwa Liar (PKSL) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Aceh.

Agus menyampaikan bahwa tim BKSDA Aceh mendapatkan informasi adanya kasus anak gajah yang terjerat dari masyarakat setempat. Berdasarkan hasil pemeriksaan tim medis di lokasi kejadian, mamalia tersebut diperkirakan berumur empat tahun dan berjenis kelamin jantan dengan berat sekitar 1 ton.

Agus menuturkan lebih lanjut bahwa luka yang dialami anak gajah mengenai pergelangan kaki depan sebelah kiri. Jenis jerat yang melukainya adalah tali nilon dan diperkirakan telah berlangsung selama empat bulan. Tim dokter hewan lalu melepaskan tali nilon dari pergelangan kaki gajah dan memberikan obat antibiotik, antinyeri, vitamin, serta membersihkan luka bekas jeratan.

Baca juga: Lindungi Kehati Indonesia, LIPI Bangun Konservasi Eksitu Rumah Kaca Raksasa

“Setelah dilakukan pengobatan dan dari hasil pengamatan tim dokter hewan, kondisi luka anak gajah tidak parah sehingga diputuskan dilepasliarkan kembali. Alasannya karena luka bisa diobati dan supaya anak gajah ini bisa hidup dengan kelompok dan kawanannya,” ujar Agus.

Gajah Sumatera atau Elephas maximus sumatranus merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018. Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies yang terancam kritis (Critically Endangered) dan berisiko tinggi punah di alam liar.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengimbau seluruh masyarakat untuk menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah Sumatera. Pada 2019, pemerintah pusat juga menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah terutama desa perbatasan hutan konservasi melalui program Kemitraan Konservasi. Kolaborasi tersebut untuk membangun kesepakatan bersama agar seluruh desa mendukung pengamanan hutan konservasi termasuk pencegahan pemasangan jerat.

Penulis: Dewi Purningsih

Top