Penyelesaian Sampah di Laut Diharapkan Fokus pada Pencegahan

Reading time: 2 menit
sampah di laut
Ilustrasi. Foto: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Telah diketahui oleh semua pihak bahwa lautan Indonesia sedang menghadapi permasalahan yang serius karena menjadi negara terbesar ke-2 di dunia yang berkontribusi pada sampah plastik laut di dunia dengan perkiraan yang mencapai 1,3 juta ton per tahun. Hal ini membuat sampah laut menjadi isu penting karena berdampak pada industri pariwisata, perkapalan, dan perikanan di negara ini.

Hanya saja, permasalahan sampah di laut dianggap tidak akan bisa selesai jika permasalahan sampah di hulu tidak dibenahi. Peneliti pada Divisi Pencemaran dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah, mengatakan bahwa upaya menyelesaikan permasalahan sampah di laut harus tetap terpusat pada sisi pencegahan.

“Fokusnya tetap mencegah terjadinya sampah masuk ke laut dari darat, yang mana aturan pengurangan sampah itu sudah ada di Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Persampahan,” ujarnya kepada Greeners, Jakarta, Rabu (04/10).

BACA JUGA: Kemenko Maritim Targetkan Penanganan Sampah Plastik di Lima Destinasi Wisata Prioritas

Menurutnya, upaya pengurangan sampah di hulu masih belum diperhatikan oleh pembuat regulasi. Saat ini, katanya, pemerintah masih fokus kepada penyelesaian masalah sampah di hilir. Padahal, pemerintah bisa saja mendorong masyarakat untuk melakukan pengurangan dan pengelolaan sampah dari sumbernya sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.

Selain itu, pemerintah masih belum membuat kebijakan dan regulasi terkait jenis-jenis plastik yang harus digunakan oleh industri dan bagaimana cara industri bertanggung jawab terhadap sampah atau residu dari kemasan produknya. “Di sini konsep Extended Produsen Responsibility (EPR) sangat diperlukan. Pemerintah sudah harus mulai membuat kebijakan untuk mempersempit keran sampah dari sumbernya,” tambahnya.

Terkait aturan dan regulasi, Fajri pun berharap agar UU Nomor 18 Tahun 2008 mampu dikaji lebih dalam agar muncul aturan-aturan turunan yang lebih menyentuh sisi teknis dari pengelolaan sampah. “Sekarang kan turunannya itu hanya PP 81 saja. Jadi banyak juga yang tertuang di amanat undang-undang tapi belum ternaungi di dalam aturan turunan,” ujarnya.

BACA JUGA: LIPI: Tidak Mudah Meneliti Sumber Sampah di Laut

Sebagai informasi, karena begitu kompleksnya permasalahan sampah di laut, maka keterlibatan semua pihak merupakan hal yang penting agar regulasi masalah sampah bisa berjalan dengan baik. Untuk itu pada tanggal 24 hingga 29 Oktober 2017 mendatang, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda sekaligus untuk membuktikan dunia bahwa Indonesia tidak diam dalam menghadapi masalah sampah laut, Komunitas Divers Clean Action (DCA) berinisiatif untuk menyelenggarakan Indonesian Youth Marine Debris Summits (IYMDS) di Jakarta.

IYMDS merupakan program pelatihan bagi 70 pemuda terpilih dari seluruh Indonesia. Mereka akan dipertemukan dengan para ahli serta praktisi untuk mencari solusi terkait permasalahan sampah laut agar dapat dipublikasikan di berbagai pesisir, khususnya di pulau-pulau kecil asal daerah peserta. Nantinya mereka akan menyiapkan action plan untuk menghadapi sampah laut yang akan dijalankan selama satu tahun.

Penulis: Danny Kosasih

Top