Pemda Dapat Insentif Rp 500 Ribu Per Ton untuk Kelola Sampah

Reading time: 3 menit
Persoalan sampah di Indonesia menghadapi beragam tantangan. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Pengelolaan sampah masih menjadi tantangan pemerintah daerah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa pengelolaan sampah di daerah masih belum signifikan.

Kewajiban pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap, memfasilitasi penerapan teknologi ramah lingkungan, serta memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dalam dua tahun terakhir, jumlah provinsi dengan timbulan sampah terbanyak di Indonesia tahun 2021 yaitu Jawa Tengah sebanyak 5,14 juta ton, Jawa Barat 4,59 juta ton, Jawa Timur 3,71 juta ton. Selanjutnya DKI Jakarta sebanyak 3,08 juta ton dan Sumatra Utara sebanyak 2,03 juta ton.

Dari data KLHK, masih banyak daerah di Indonesia yang data Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah (IKPS) dalam kategori sangat kurang. Target rata-rata IKPS yaitu 61 poin atau kategori sedang, tapi pencapaiannya pada 2020 hanya 49,44 poin.

Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun KLHK Rosa Vivien Ratnawati menyatakan, berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SISPN), jumlah timbulan sampah nasional pada 2021 yaitu 68,5 juta ton.

“Sementara capaian kinerja pengurangan sampah 2021 yaitu 15 % dan penanganan sampah yaitu 48 %, serta sampah yang tak terkelola sebesar 48,89%,” katanya dalam Refleksi Akhir Tahun 2022 KLHK, baru-baru ini.

Sebelumnya ia menyatakan pemerintah daerah belum memprioritaskan pengelolaan sampah. Dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan sampah masuk dalam kewenangan konkuren wajib tapi bukan pelayanan dasar. “Karena bukan pelayanan dasar maka yang pelayanan dasarlah yang menjadi prioritas,” imbuhnya.

Insentif Pengelolaan Sampah  

Untuk mempercepat pengelolaan sampah daerah, pemerintah pusat memberi insentif sebesar Rp 500.000 kepada pemerintah daerah (pemda) setiap berhasil mengumpulkan satu ton sampah.

Ini menyusul pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) guna mendorong target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) dan juga jalan keluar dari permasalahan sampah di kota-kota besar di Indonesia.

Upaya pemerintah mendorong PLTSa tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Perpres ini menekankan percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan (PLTSa) di 12 daerah. Mulai dari Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado.

Sumber pendanaan pembangunan PLTSa ini berasal dari APBD dan APBN. Khusus untuk pendanaan dari APBN sebagai bantuan biaya layanan pengolahan sampah kepada pemda yaitu paling tinggi Rp 500.000 per ton sampah.

Sampah plastik memenuhi tempat pemrosesan akhir. Foto: Shutterstock

Banyak Pemda Belum Benar Menangani Sampah

Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan tujuan dari insentif ini yaitu untuk meningkatkan pengelolaan sampah di pemda. Sayangnya hingga saat ini masih banyak daerah yang belum benar dalam menangani masalah sampah. Padahal anggarannya sudah ada. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, anggaran insentif untuk pemda terkait permasalahan ini sudah pernah dibahas pada tahun 2022 ini. Besarannya Rp 187 miliar di APBN 2022.

Keterbatasan Penyediaan Anggaran Operasi Sampah

Pengamat permasalahan sampah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Enri Damanhuri menyatakan saat ini hanya ada satu kota yang menjalankan dan memanfaatkan insentif ini.

“Walaupun peraturan ini sudah ada, hanya Surabaya yang mampu memanfaatkannya. Sedangkan 11 kota lain masih belum jalan,” kata dia kepada Greeners.

Enri menyebut, masalah utama pengelolaan sampah di pemda yakni karena keterbatasan dalam penyediaan anggaran pengoperasian sampah. 

Pengamat sosial dan kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Lubis menyatakan, besaran APBD, termasuk untuk pengelolaan sampah tiap daerah berbeda. Bergantung jumlah populasi dan luas wilayahnya.

Khusus daerah yang berkarakteristik perkotaan dengan populasi lebih padat dalam wilayah relatif sempit maka anggaran pengelolaan sampahnya lebih besar.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top