Perdagangan Karbon Bukan Satu-satunya Solusi Turunkan Emisi

Reading time: 3 menit
Ilustrasi perdagangan karbon. Foto: Freepik
Ilustrasi perdagangan karbon. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Perdagangan karbon (carbon trading) merupakan salah satu upaya negara untuk menurunkan emisi. Namun, solusi tersebut telah dinilai bukan menjadi satu-satunya kebijakan utama dalam upaya penurunan emisi. Sebab, masih ada potensi besar terjadinya pelepasan emisi.

Perdagangan karbon adalah pembelian dan penjualan kredit karbon, di mana pembelinya menghasilkan emisi karbon di atas batas yang ditentukan. Kredit karbon mewakili “hak” perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Mekanisme ini bisa memungkinkan terjadinya negosiasi dan pertukaran hak emisi gas rumah kaca oleh perusahaan.

Menurut Chief Executive Officer Landscape Indonesia, Agus Sari, carbon trading tidak bisa menjadi satu-satunya kebijakan dalam penurunan emisi. Perlu pemahaman yang benar terkait kebijakan ini.

BACA JUGA: Pemerintah Perlu Pahami Mekanisme Perdagangan Karbon

“Banyak yang berpikir carbon trading itu manfaatnya untuk menurunkan emisi, padahal tidak. Itu yang perlu diluruskan dulu. Kalau orang berharap carbon trading dapat menurunkan emisi, itu enggak mungkin terjadi. Namanya juga carbon trading, apa yang turun di satu tempat adalah membuat kenaikan di tempat lain. Itu akar dari carbon trading,” ujar Agus di  Talkshow Berhenti Basa Basi Buat Bumi, Sabtu (8/12).

Agus menambahkan, jika Indonesia ingin menurunkan emisi, perlu ada kebijakan secara tegas. Sebab, karbon market ini hanya untuk sekelompok perusahaan yang fokus menurunkan emisi lebih murah lewat offsett.

“Jadi, yang utama perlu (pemerintah) lakukan adalah siapa dan harus menurunkan berapa? Perusahaan apa saja dan berapa yang perlu diturunkan? Semua itu harus (pemerintah) tentukan terlebih dahulu supaya carbon market bisa bergerak. Kalau tidak ada itu, semuanya akan voluntary (sukarela), ya buat apa? Roadmap itu perlu rinci, harus sampai pada intensitas perusahaan, dengan aturan itu penurunannya bisa makin ketat,” tambah Agus.

Perdagangan karbon bukan satu-satunya upaya negara untuk menurunkan emisi. Foto: Dini Jembar Wardani

Perdagangan karbon bukan satu-satunya upaya negara untuk menurunkan emisi. Foto: Dini Jembar Wardani

Pemerintah Perlu Akselerasi Transisi Energi Terbarukan

Pengkampanye Polusi dan Urban Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Abdul Ghofar menyatakan, pencapain Net Zero Emission (NZE) 2060 bisa terjadi apabila pemerintah mengakselerasi transisi energi terbarukan. Hal itu dapat terimplementasi melalui penghentian pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti PLTU Batubara, PLTU Captive, dan lainnya.

“Transisi energi tidak boleh mengakomodasi penggunaan kembali bahan bakar fosil seperti skema gasifikasi Batubara, co-firing PLTU dengan material lain seperti sampah dan biomassa. Pada sektor kehutanan dan lahan, laju deforestasi harus ditekan semaksimal mungkin sembari secara efektif memulihkan ekosistem seperti gambut, mangrove dan hutan,” ujar Ghofar. 

BACA JUGA: Lindungi Ruang Hidup Masyarakat Adat dalam Perdagangan Karbon

Menurutnya, pemerintah harus memastikan tidak ada deforestasi yang terjadi untuk ekspansi perkebunan maupun pertambangan. Kemudian, lanjut Ghofar, pemerintah harus menghentikan skema perdagangan karbon yang sama sekali tidak menyelesaikan persoalan iklim.

“Pemerintah justru harus menggunakan skema pajak karbon untuk menekan industri-industri pencemar agar berkontribusi pada pengurangan emisi seperti yang pemerintah tetapkan,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah pun perlu serius untuk mencegah kebakaran hutan yang selama ini menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar. Perlu ada penegakan hukum kepada korporasi yang membakar hutan dan lahan.

Walhi Menilai Perdagangan Karbon sebagai Praktik Greenwashing

Perdagangan karbon bagi Walhi, merupakan jalan sesat untuk mengatasi perubahan iklim. Sebab, perdagangan karbon hanyalah sebuah modus untuk tetap mempertahankan ekstraktivisme, finansialisasi alam, sembari melakukan praktik greenwashing.

Berdasarkan keterangan siaran pers Walhi, negara-negara industri yang paling banyak mengeksploitasi sistem yang berakibat pada krisis iklim. Oleh sebab itu, slogan emisi nol bersih atau net zero emission, deforestasi nol bersih atau FOLU net sink, yang terimplementasikan dengan cara penyeimbangan karbon offset hanyalah legitimasi perusahaan. Akibatnya, negara industri dapat terus melanjutkan proyek yang destruktif dan mengabaikan akar persoalan dari krisis iklim.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top