Presidensi G20, Indonesia Ajak Dunia Beraksi Nyata untuk Bumi

Reading time: 3 menit
Sebagai Presidensi G20, Indonesia mendorong negara-negara dunia beraksi nyata lewat pembangunan berkelanjutan. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Indonesia sebagai Presidensi G20 harus menularkan semangat negara-negara di dunia beraksi nyata mendorong pembangunan berkelanjutan, pengendalian perubahan iklim dan pemulihan lingkungan hidup.

Presidensi G20 adalah posisi di mana sebuah negara menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan tersebut. Forum G20 terdiri dari 20 negara yaitu Amerika Serikat, Argentina, Brasil, Australia, Kanada, Meksiko, Turki, Indonesia, Korea Selatan dan Jepang. Lalu ada pula China, Jerman, Inggris, India, Arab Saudi, Afrika Selatan, Italia, Indonesia, Prancis, Rusia, ditambah Uni Eropa. Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menjadi anggota G20.

Presidensi G20 Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”. Presiden Joko Widodo mengatakan ada tiga fokus dalam G20 yakni pertama penanganan kesehatan yang inklusif. Kedua, transformasi berbasis digital dan ketiga, transisi menuju energi berkelanjutan.

Indonesia harus memaksimalkan ajang Presidensi G20 untuk memimpin negara-negara yang tergabung di dalamnya dalam penanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup. Hal ini menyusul pernyataan Presiden Joko Widodo saat berbicara dalam KTT G20 sesi II di Roma, Italia pada 30 Oktober 2021.

“Indonesia ingin G20 memberikan contoh, Indonesia ingin G20 memimpin dunia, dalam bekerja sama mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan dalam tindakan nyata,” kata Presiden Jokowi, Greeners kutip dari laman setneg.co.id, Selasa (4/1).

Presidensi G20 Indonesia pada 2022 menjadi periode paling krusial dalam penanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup. Indonesia secara resmi menjadi presidensi pertemuan G20 mulai 1 Desember 2021 hingga pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada November 2022. Indonesia menjadi negara berkembang pertama dalam presidensi pertemuan G20.

Dorong Pemulihan Hijau dalam G20

Presiden Joko Widodo melanjutkan, G20 harus menjadi katalisator pemulihan hijau dan memastikan tidak ada satu pihak pun yang tertinggal. Indonesia bahkan memiliki peranan strategis dalam penanganan perubahan iklim.

“Posisi strategis tersebut kami gunakan untuk berkontribusi. Deforestasi di Indonesia dapat ditekan ke titik terendah dalam 20 tahun terakhir. Indonesia telah melakukan rehabilitasi 3 juta hektare critical land pada 2010-2019,” ungkap Jokowi.

Tak hanya itu, dalam pidato di depan Sidang Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu, Presiden mengingatkan pentingnya mengenai pemberdayaan negara berkembang melalui transisi energi. Hal ini akan mampu mendorong inovasi teknologi untuk membangun ekonomi dunia berkelanjutan.

“Kita perlu pastikan bahwa transisi ke energi baru terbarukan berjalan seiring dengan prinsip energy security, accessibility, and affordability,” imbuhnya.

Untuk memulihkan lingkungan dan ekosistem, Indonesia telah merehabilitasi lahan kritis secara signifikan, antara lain selama lima tahun. Melansir, menlhk.go.id, Menteri Siti Nurbaya mengungkapkan, selama lima tahun terakhir, Indonesia telah merehabilitasi lahan kritis seluas 1,42 juta hektare dengan target lanjutan 600.000 hektare mangrove hingga tahun 2024.

Pengendalian perubahan iklim menjadi salah satu fokus program dalam pertemuan G20. Foto: Shutterstock

Indonesia Berada dalam Posisi Stretegis

Pakar Lingkungan Universitas Indonesia, Mahawan Karuniasa menyatakan Indonesia memiliki posisi yang unik sekaligus strategis dalam hal memastikan keadilan transformasi dalam hal pembangunan berkelanjutan. Itu artinya, keadilan antara negara maju dan berkembang.

“Sehingga transformasi tak hanya menguntungkan negara maju dan meninggalkan negara berkembang dan tertinggal,” katanya kepada Greeners, di Jakarta, Selasa (4/1).

Hal yang tak kalah penting, sambungnya yakni memastikan bahwa mobilisasi sumber daya energi dapat memengaruhi sumber daya ekonomi setiap negara di G20.

“Intinya adalah bagaimana G20 ini menjadi ruang forum agar orkestra pembangunan bertransformasi menjadi sustain,” imbuhnya.

Selama ini Indonesia telah memanfaatkan pembangunan rendah karbon dan dapat mendorong negara-negara di G20 untuk melakukan hal yang sama. Kendati demikian, Indonesia juga harus memastikan tantangan internal berupa kolaborasi antar sektor, baik masyarakat, pemerintah dan swasta.

“Tantangannya lebih ke implementasi beragam pihak, bukan hanya beban pemerintah tapi peran masyarakat dan swasta tidak mudah dan harus bekerja sama,” ungkapnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Top