Proyek Food Estate Dinilai Tak Berdasar pada Krisis Pangan

Reading time: 2 menit
Lahan
Menurut Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, lahan untuk proyek food estate menggunakan kawasan aluvial di eks Proyek Lahan Gambut (PLG) di Provinsi Kalimantan Tengah. Foto: shutterstock.

Jakarta (Greeners) – Rencana pemerintah untuk mengembangkan lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah ditolak oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Proyek tersebut dinilai sarat akan kepentingan ekonomi, investasi, dan hanya menguntungkan segelintir orang.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, program pertanian modern itu hanya akan mengulang kesalahan serupa di masa lalu. Di masa orde baru, Proyek Lahan Gambut (PLG) sejuta hektare menghabiskan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hingga Rp1,6 triliun. Proyek tersebut berakhir gagal dan sebagian wilayahnya berganti menjadi perkebunan kelapa sawit.

Baca juga: Pemerintah Akan Jadikan Kalimantan Tengah Lokasi Food Estate

Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menyebut bahwa proyek food estate telah direncanakan sebelum adanya pandemi Covid-19. Menurutnya proyek ini tidak berangkat dari permasalahan krisis pangan yang dihadapi oleh masyarakat terutama di saat wabah. “Proyek cetak sawah baru ini permintaan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah pada 2017 lalu dan sudah ada perencanaan beberapa investasi,” ujar Arie pada konferensi pers daring “Cetak Sawah di Gambut” pada Minggu, (14/06/2020).

Pengembangan proyek pertanian modern tersebut akan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Kementerian BUMN melalui skema investasi. Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono membenarkan bahwa lahan yang akan digunakan untuk food estate merupakan kawasan aluvial di eks Proyek Lahan Gambut (PLG) di Provinsi Kalimantan Tengah.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat meninjau salah satu lokasi rehabilitasi Daerah Irigasi (DI) Rawa Tahai di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Minggu (14/6/202). Foto: Kementerian PUPR

“Lahan tersebut merupakan bagian dari rencana lokasi program pengembangan food estate yang diharapkan menjadi lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa dan menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024,” ujar Basuki .

Sementara menurut Dimas Novian Hartono Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Tengah, lahan tersebut akan menempati Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) yang saling berkaitan. Menurutnya KHG tidak serta merta dapat diperuntukkan untuk budidaya pertanian tanpa melihat kondisi di lapangan. Hal tersebut juga bertolak belakang lantaran pemberian izin kelapa sawit di gambut dalam, kawasan lindung, dan Taman Nasional tidak pernah dicabut sampai saat ini.

Baca juga: Mikroplastik Merugikan Kesehatan Ekosistem Perairan Dangkal

“Kebijakan pemerintah yang memberikan izin untuk perkebunan sawit di sebagian besar eks PLG bahkan menabrak aturan tata ruang dan kebijakan lain. Pelanggaran tersebut tidak dilakukan penegakan hukum oleh pemerintah,” ujar Dimas.

Berdasarkan rilis resmi yang dipublikasikan oleh Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, diketahui bahwa proyek food estate akan digarap di lahan seluas 165.000 hektare. Lahan potensial terbagi menjadi dua, yakni 85.500 hektare yang merupakan lahan fungsional dan telah digunakan untuk berproduksi setiap tahunnya. Sisanya berada di lahan seluas 79.500 hektare yang berupa semak belukar sehingga perlu dilakukan pembersihan (land clearing) tanpa perlu dilakukan cetak sawah kembali dan peningkatan irigasi.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top