Puluhan Anak di Desa Cinangka Jadi Korban Paparan Timbal

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Siapapun yang mengunjungi Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Bogor, Jawa Barat, tidak akan menyangka kalau tumpukan sampah berlapis karung yang banyak ditemukan di Desa tersebut adalah tumpukan limbah yang berasal dari sisa pembakaran aki bekas. Tumpukan ini sudah dimulai puluhan tahun lamanya.

Tumpukan limbah berbahaya tersebut berasal dari pabrik pengolahan aki bekas yang berada di permukiman padat penduduk. Akibatnya, anak-anak di Desa Cinangka yang berjumlah puluhan orang, terserang penyakit seperti keterbelakangan mental hingga cacat fisik, bahkan ada yang meninggal dunia.

Mengacu pada salah satu artikel dalam Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (CPPCG), Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menyebut kondisi yang terjadi di Desa Cinangka sebagai ecological genocide, di mana satu generasi di desa tersebut terancam ‘mati’ harapan dan masa depannya karena pencemaran timbal.

Sedangkan di tempat lain, Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3 dan Sampah KLHK, Ilham Malik mengemukakan bahwa hingga saat ini, baru sepuluh persen kegiatan pemulihan yang bisa dilakukan di Desa Cinangka. Masih tersisa 90 persen lagi dari estimasi total lahan yang terkontaminasi limbah B3, yaitu seluas 350 hektar yang harus dipulihkan, termasuk juga lahan yang berada di pekarangan rumah warga.

“Nah, untuk selanjutnya atau untuk memasuki tahap dua secepatnya akan kami lanjutkan. Kalau pun ternyata harus membeli lahan warga di sini, tentu akan kita sanggupi karena ini memang sudah tugas pemerintah. Negara harus hadir di sini,” jelasnya kepada Greeners, Senin (11/05).

Sebagai informasi, sebelumnya, Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Wilfried H Purba, MKes mengaku telah meminta Puskesmas setempat untuk melakukan perbaikan gizi bagi anak-anak Desa Cinangka melalui Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS).

Langkah lain yang diambil Kementerian Kesehatan adalah dengan menjauhkan anak-anak dari sumber pencemaran. Wilfried menambahkan, pemetaan daerah-daerah yang tercemar Pb (timbel) juga akan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Berdasarkan laporan KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal), Desa Cinangka bukan satu-satunya titik peleburan aki bekas ilegal yang ada di wilayah Jabodetabek. Sedikitnya ada 70 titik lainnya di wilayah tersebut, baik yang masih aktif melakukan peleburan maupun yang menyisakan limbah dan pencemaran timbelnya.

“Sedangkan untuk memastikan adanya hubungan antara pencemaran Pb dengan gangguan mental yang dialami anak-anak Desa Cinangka, kami menilai perlu dilakukan studi epidemologis. Meski secara teori keduanya saling berhubungan, tidak tertutup kemungkinan ada faktor lain yang mempengaruhi juga,” tukasnya.

Divisi Kampanye Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Alfred Sitorus pun menuturkan, bahaya pencemaran timbel sebenarnya sudah mulai disadari warga, terbukti dengan banyaknya dukungan terhadap proyek isolasi limbah aki bekas yang sedang dilakukan KPBB dan Blacksmith Institute.

Namun begitu, industri peleburan aki bekas belum benar-benar mati di desa tersebut. Aktivitas peleburan masih kerap dilakukan meski harus sembunyi-sembunyi pada malam hari. Beberapa pemilik tungku sepertinya masih bergantung pada industri ilegal tersebut dan sulit untuk beralih ke mata pencaharian lain.

“Memang sulit, sebab dari peleburan seperti itu mereka bisa menghasilkan Rp 30-40 juta perbulan,” kata Alfred.

Hasil peleburan Pb tersebut, biasanya akan ditampung oleh agen, yang kemudian akan menyalurkannya lagi ke industri yang membutuhkan, seperti industri elektronik dan juga aki rekondisi. Diakui oleh Alfred, tingginya nilai ekonomi dari industri peleburan aki bekas ilegal tersebut memicu keengganan dari sebagian warga untuk beralih ke mata pencaharian yang lain.

Penulis: Danny Kosasih

Top