Respons Temuan Mikroplastik di Air Hujan, DLH DKI Perkuat Riset dan Pengawasan

Reading time: 2 menit
Media briefing tentang mikroplastik di air hujan di Jakarta. Foto: DLH DKI
Media briefing tentang mikroplastik di air hujan di Jakarta. Foto: DLH DKI

Jakarta (Greener) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menindaklanjuti temuan mikroplastik di air hujan di Jakarta. Mereka memastikan penguatan riset, pengawasan sumber pencemar, dan edukasi publik untuk menjaga kualitas lingkungan dan kesehatan warga.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengatakan, hasil penelitian BRIN menjadi pengingat penting bahwa polusi plastik kini telah memasuki fase yang lebih kompleks.

Menurutnya, tidak perlu khawatir berlebihan atas temuan mikroplastik di air hujan. Sebaliknya, ini harus jadi momentum untuk memperkuat kerja bersama antarlembaga.

“Begitu hasil riset BRIN kami terima, DLH langsung berkoordinasi untuk memperdalam kajian ilmiah serta memperkuat langkah pengawasan di lapangan. Ini bukan isu yang perlu kita takuti, melainkan panggilan untuk mempercepat kerja bersama dalam mengatasi polusi plastik,” ujar Asep di Jakarta, Jumat (24/10).

Asep menjelaskan, sejak 2022, DLH DKI telah memantau mikroplastik di perairan Teluk Jakarta, sungai, dan danau bekerja sama dengan BRIN serta lembaga riset lainnya. Pemantauan di lebih dari 60 titik setiap tahun menghasilkan data penting mengenai sebaran dan sumber pencemar. Hasil pemantauan tersebut menjadi dasar penyusunan kebijakan pengendalian lingkungan yang berbasis bukti ilmiah.

Mikroplastik Berpindah melalui Udara

Sementara itu, Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova, menuturkan bahwa mikroplastik dapat berpindah melalui udara dan ikut turun bersama hujan, terutama di wilayah perkotaan padat. Ia menilai penyebab fenomena ini bukan hanya sampah lokal, melainkan juga oleh pergerakan partikel plastik di atmosfer.

“Partikel mikroplastik sangat ringan sehingga bisa terbawa angin dan jatuh bersama hujan. Fenomena ini bersifat lintas wilayah dan memerlukan kerja sama lintas sektor. Karena itu, pendekatan pengendaliannya harus terpadu dari hulu hingga hilir,” ujar Reza.

Di sisi lain, Plt Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD DKI, Rian Sarsono, menilai hasil penelitian BRIN menjadi bagian dari sistem peringatan dini bagi pemerintah daerah dan masyarakat.

“Hasil riset ini menjadi dasar bagi Pemprov DKI dalam memperkuat kesiapsiagaan dan mitigasi terhadap potensi ancaman lingkungan akibat aktivitas manusia,” ujarnya.

BPBD bersama DLH DKI juga gencar melakukan kampanye edukasi kepada masyarakat agar menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mencegah pencemaran mikroplastik. Sejak 2023, BPBD telah melakukan intervensi aktif melalui operasi modifikasi cuaca (OMC) bersama BMKG dan BRIN. Upaya ini untuk mengatur curah hujan, mencegah cuaca ekstrem, mengurangi risiko banjir dan kekeringan, sekaligus menurunkan partikel berbahaya di udara.

“Melalui OMC, kami berupaya menjaga kualitas udara serta mengendalikan polutan di atmosfer, termasuk partikel mikroplastik,” kata Rian.

Mikroplastik Bahaya bagi Kesehatan

Dari sisi kesehatan, paparan mikroplastik dalam jangka panjang juga dapat memengaruhi sistem pernapasan dan pencernaan. Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan P2P, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Rahmat Aji Pramono mengatakan bahwa ketika mikroplastik terhirup atau tertelan, partikel ini dapat menimbulkan peradangan di saluran pernapasan dan pencernaan.

“Ukurannya yang sangat kecil bahkan bisa masuk ke pembuluh darah dan meningkatkan risiko gangguan jantung atau stroke,” ujarnya.

Rahmat menambahkan, mikroplastik bukan penyebab tunggal penyakit, tetapi dapat memperparah kondisi bagi orang dengan penyakit bawaan dan pola hidup kurang sehat. Karena itu, Dinkes DKI terus mengedukasi masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan rutin membersihkan debu di rumah.

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top