Susi Pudjiastuti Dorong Sertifikasi untuk Naikkan Daya Jual Tuna

Reading time: 2 menit
sertifikasi
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Foto: KKP

Bali (Greeners) – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menekankan pentingnya sertifikasi dan traceablity (ketertelusuran) produk perikanan Indonesia, terutama tuna, agar dapat lebih kompetitif dengan produk perikanan luar negeri.

“Pengusaha-pengusaha dunia harus bisa menjaga keterlusuran produknya. Sertifikasi juga jangan lupa karena tanpa sertifikasi, transaksi jual beli itu sangat sulit bahkan tidak bisa,” kata Susi Pudjiastuti dalam acara 3rd Bali Tuna Conference di Hotel Padma Bali, Jumat (01/06/2018).

Ia juga menambahkan, dengan sertifikasi, tuna Indonesia bisa mendapatkan harga premium sehingga bisa berkompetisi di pasaran dunia.

BACA JUGA: KKP Selamatkan Benih Lobster Senilai Rp150 Miliar

Pemerintah Indonesia sendiri menurut Susi telah mengidentifikasi prioritas pengelolaan perikanan tuna yang berfokus pada data produksi tuna. Sistem registrasi kapal tuna khususnya untuk perairan kepulauan, pengembangan dan implementasi sistem pemantauan elektronik, sistem pelaporan untuk mengatasi masalah ketertelusuran tuna dan pengembangan peraturan terkait manajemen tuna juga tengah ditingkatkan.

“Dan kita berharap leadership kita juga diikuti oleh negara lain karena tuna itu resource dunia bukan cuma milik Indonesia sehingga bangsa-bangsa lain juga bisa belajar dari kita. Laut kita jaga, semua kita dapat. Itu pesannya, bahwa ekspolitasi hasil alam yang benar, ya, menjaga keberlanjutan dan supaya terus ada dan banyak. Kalau ada tapi sedikit itu tidak cukup untuk industri (atau) untuk bisnis,” jelas Susi.

“Ternyata, tuna dengan sebuah policy yang benar dapat ditangkap oleh semua nelayan. Sekarang tuna bukan milik kapal-kapal long liners besar, bukan hanya milik kapal-kapal long liners asing, tetapi juga oleh nelayan Jembrana, oleh nelayan Banda Naira, oleh nelayan NTT, nelayan Sendang Biru, semua bisa dapat tuna. Besar-besar ukurannya dan dekat, tidak usah jauh-jauh ke tengah laut,” imbuhnya.

Dalam Bali Tuna Conference ini, Susi juga menegaskan bahwa Indonesia menolak produk perikanan yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia di dalamnya.

“Kita sudah compliance dengan human rights. Itu juga salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi premium. Jadi dunia ini sudah peduli dengan keberlanjutan, dunia ini sudah peduli dengan human rights. Kita tidak boleh lagi melakukan sebuah industri dengan manajemen semau kita. Aturan dunia, standar dunia. Dan kita semua sudah mengarah ke yang lebih baik yaitu sustainability (keberlanjutan, Red.),” kata Susi.

BACA JUGA: KKP Dorong Produksi Ikan Patin Indonesia Kuasai Pasar Global

Indonesia sangat pantas diperhitungkan dalam bisnis tuna. Data resmi FAO melalui SOFIA pada tahun 2016 terdapat 7,7 juta metrik ton tuna dan spesies seperti tuna ditangkap di seluruh dunia. Di tahun yang sama Indonesia berhasil memasok lebih dari 16% total produksi dunia dengan rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol Indonesia mencapai lebih dari 1,2 juta ton/tahun. Sedangkan volume ekspor tuna Indonesia mencapai 198.131 ton dengan nilai 659,99 juta USD pada tahun 2017.

Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan konsistensi untuk mendukung konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan tuna melalui Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol. Rencana tersebut telah diluncurkan pada saat Konferensi Bali Tuna ke-1 yang selanjutnya ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 107 tahun 2015.

Rencana Pengelolaan Tuna Nasional tersebut telah ditetapkan untuk menerapkan aturan dan standar yang diadopsi oleh Organisasi Manajemen Perikanan Daerah (RFMOs), di mana Indonesia sekarang berpartisipasi dalam The Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), The Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) dan Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC).

Editor: Renty Hutahaean

Top