Tiga Sungai Besar di Jawa Barat Tercemar Berat

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memasukkan tiga sungai besar di Jawa Barat ke dalam tiga sungai prioritas pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dengan target menjadikan ketiga sungai tersebut untuk masuk ke dalam kategori kelas dua.

Direktur Pengendalian Pencemaran Air KLHK, SPM Budi Susanti, mengatakan bahwa ketiga sungai tersebut, yaitu sungai Ciliwung, Citarum dan Cisadane, dipilih karena pencemaran yang dialami telah melewati batas dari empat kategori pencemaran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air.

“Jadi, ketiga sungai besar yang tidak berkelas tadi statusnya sudah tercemar berat. Dalam RPJMN kita targetkan harus jadi kelas dua. Ini pekerjaan rumah yang tidak mudah,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Minggu (27/12).

Budi Susanti menyatakan, pencemaran ketiga sungai ini didominasi oleh limbah domestik yang dihasilkan dari pola perilaku masyarakat yang tidak disiplin dalam menggunakan dan mengelola air limbah serta sanitasi yang benar.

Sungai Ciliwung, lanjutnya, 90 persen limbahnya berasal dari limbah domestik masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, dimana tempat Mandi Cuci Kakus (MCK) langsung dilakukan di sungai.

“Kalau Citarum dan Cisadane pencemarannya sudah sampai sekitar 75 hingga 80 persen dari penyumbang limbah domestik. Apalagi ada 11 sungai juga dari lintas provinsi lain yang masuk ke DKI Jakarta seperti Pesanggrahan, Cipinang, Sunter yang menyebabkan pencemaran terus bertambah,” ujarnya.

Direktur Pengendalian Pencemaran Air KLHK, SPM Budi Susanti. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Direktur Pengendalian Pencemaran Air KLHK, SPM Budi Susanti. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Selain ketiga sungai tersebut, Budi Susanti mengungkapkan bahwa ada sungai lainnya yang juga masuk dalam RPJMN untuk dilakukan perbaikan. Diantaranya sungai Brantas, Bengawan Solo, Serayu, Kapuas, Siak, Asahan, Musi, Wai Seputih, Wai Sekampung, Jeniberang, Moyo, Sadang, dan juga Danau Limboto.

“Dari keseluruhan sungai itu, ternyata ada yang masih memenuhi baku mutu kelas dua yaitu Sungai Musi. Itu harus dilakukan pencegahan biar tidak mengikuti yang lainnya. Selebihnya banyak yang sudah tercemar,” lanjutnya.

Menurut Budi Susanti, tahun 2017 alokasi beban 15 sungai tersebut harus sudah ada. “Silahkan tiap kabupaten kota menetapkan kebijakan internalnya sehingga bisa memenuhi beban itu. Kalau alokasi beban itu tidak dipenuhi maka akan berat untuk mengejar kelas dua,” ujarnya.

Untuk membenahi hal tersebut, tahun 2015 ini KLHK telah menetapkan daya tampung beban pencemaran di tiga sungai tersebut dan akan menetapkan alokasi beban limbah yang boleh masuk ke tiga sungai itu setiap tahunnya untuk mengejar target kategori kelas dua pada tahun 2019.

“Dalam kita mengejar kelas itu, kita harus menurunkan beban pencemaran. Apabila dalam kondisi yang harus dilakukan pemulihan, maka dilakukan. Menetapkan alokasi beban pencemaran sehingga tahu berapa beban yang harus diturunkan setiap kabupaten kotanya dan alokasi beban yang sudah ditetapkan. Itu menjadi tanggungjawab Pemda, Kabupaten kota, pada setiap sekmen sungainya yang dilewati dari hulu sampai hilir,” pungkasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas, yaitu:

Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Penulis: Danny Kosasih

Top