Katuk, Lebih dari Sekadar Tanaman Pelancar ASI

Reading time: 2 menit
tanaman katuk
Katuk (Sauropus androgynus). Foto: wikimedia commons

Katuk (Sauropus androgynus) biasa dimanfaatkan sebagai obat herbal yang berkhasiat mempelancar air susu ibu (ASI). Oleh industri peternakan ternak perah, katuk dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi susu. Selain unggul dalam meningkatkan produksi susu pada ibu hamil dan hewan ternak, katuk umum dimanfaatkan sebagai obat anti kuman, obat kencing manis dan obat pelancar air seni. 

Sejak abad ke-16 tanaman katuk sudah tersebar di wilayah Asia Tenggara. Katuk memiliki banyak penamaan asing seperti dalam bahasa Cina dikenal sebagai mani cai, orang Melayu menyebutnya sebagai cekur manis, sedangkan dalam bahasa Vietnam disebut rau ngot. Di Indonesia katuk juga dikenal dengan berbagai penamaan lokal. Masyarakat Minangkabau menyebut tanaman ini sebagai simani, dalam bahasa Jawa tanaman ini disebut sebagai katukan atau babing, masyarakat Bali menyebutnya sebagai kayu manis, sedangkan masyarakat Madura menyebutnya sebagai kerakur.

Secara morfologi, katuk termasuk tanaman jenis perdu berumpun dengan ketinggian 3-5 m dan tumbuh dengan struktur batang yang tegak. Jika ujung batang dipangkas, maka akan tumbuh tunas-tunas baru yang membentuk percabangan. Daun katuk mirip dengan daun kelor. Ukuran daunnya kecil dengan panjang daun 5-6 cm. Daunnya merupakan daun majemuk genap berwarna hijau gelap.

Katuk merupakan tanaman yang sering berbunga. Bunganya berukuran kecil, berwarna merah gelap sampai kekuning-kuningan. Bila diperhatikan dengan jelas bunganya memiliki bintik-bintik berwarna merah. Bunga pada katuk umumnya menghasilkan buah berwarna putih (Santoso, 2008). Fisik buah katuk berukuran kecil, bentuknya bulat, berwarna putih dan didalamnya terdapat tiga buah biji. Biasanya anak-anak kecil senang untuk memetik buah katuk karena memiliki bentuk yang unik dan menggemaskan. Mereka juga memakainya sebagai buah untuk bermain masak-masakan.

tanaman katuk

Buah katuk berukuran kecil, berbentuk bulat, berwarna putih dan didalamnya terdapat tiga buah biji. Foto: pixabay

Perkembangbiakan tanaman katuk yaitu melalui stek batang. Batang yang dipilih adalah batang yang belum terlalu tua. Bila produksi daunnya mulai sedikit maka dapat dilakukan proses peremajaan dengan memangkas batang utamanya. Tanaman ini dapat ditanam di pekarangan sebagai pagar hidup.

Menurut Prof. Dr. Ir. Urip Santoso, M.Sc dalam bukunya yang berjudul “Katuk, Tumbuhan Multi Khasiat (2014)”,  katuk mengandung berbagai macam zat gizi dan senyawa metabolik sekunder. Katuk kaya provitamin A yang berperan dalam kesehatan mata dan reproduksi. Katuk juga mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan alami.

Daun dan akar katuk mengandung saponin, flavonoida, dan tanin. Daun katuk efektif untuk mengontrol tekanan darah dan masalah ginekologik, hiperlipidemia, urolitiasis, batu empedu dan konstipasi. Katuk juga mengandung zat besi. Kandungan zat besi pada daun katuk lebih tinggi daripada daun pepaya dan daun singkong. Zat besi pada daunnya bermanfaat sebagai pencegah anemia.

Di India daun katuk digunakan sebagai obat bisul dan radang amandel (tonsillitis). Di wilayah Tamil Nadu dan Kerala, daun katuk dikenal sebagai obat kencing manis. Berdasarkan penelitian, daun katuk mampu menurunkan kadar glukosa darah, sehingga daun katuk cukup potensial untuk dikembangkan sebagai obat kencing manis. Sebagai obat anti kuman, katuk dapat mengobati penyakit infeksi. Penggunaan katuk sebagai obat borok secara tradisional juga telah terbukti ampuh.

tanaman katuk

 

Penulis: Sarah R. Megumi

Top