Mengenali Potensi Desa dan Hutan Adat Melalui Sekolah Lapang

Reading time: 2 menit
Sekolah Lapang Karampuang
Sekolah Lapang Karampuang. Foto: Sekolah Lapang Karampuang

Judul Film: Sekolah Lapang – (Pengorganisasian Masyarakat & Advokasi Kebijakan Hutan serta  Perhutanan Sosial)

Sutradara: Bramanta dan Bimantara

Pemain: Andik Hardiyanto, Ilda, Solihin, Haji Mangga, Hermatang

Tahun: 2019

Durasi: 7 Menit 16 Detik

Sekolah Lapang Karampuang merupakan sekolah yang didirikan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMA) pada 2019. Tujuannya menjawab tantangan pasca-penetapan hutan adat maupun peluang pemberian izin untuk mengembalikan lahan masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Melalui film dokumenter Sekolah Lapang Karampuang, HuMA mendorong masyarakat adat untuk menggali pengetahuan dalam  mengenali potensi desa. Upaya ini sangat penting bagi pengelolaan perhutanan adat sosial sehingga masyarakat dapat mengembangkan desa.

Film berdurasi tujuh menit ini menceritakan masyarakat yang mengidentifikasi potensi desa dan hutan adat melalui pengetahuan sosial. Nantinya generasi penerus Karampuang dapat melestarikan adat istiadat, dengan menjadi seorang fasilitator baik dari segi kemampuan dan sikap agar mampu mengembangkan Desa Karampuang.

Baca juga: Sekolah Tahan Gempa dari Peti Kemas Bekas

Rangkaian film Sekolah Lapang ini memperlihatkan antusiasme masyarakat adat dalam mengenyam pendidikan alternatif. Mereka melakukan pengembangan serta pengolahan desa dan hutan adat menggunakan data sosial dan spasial. Dari sana dapat diketahui informasi mengenai batas wilayah desa serta hutan adat yang dapat dikelola dan tidak.

Masyarakat Karampuang juga diajarkan mengenai Rencana Tindak Lanjut (RTL). Caranya dengan melakukan proses pendataan atau sensus rumah tangga, menentukan titik koordinat rumah, kemudian medokumentasikan rumah penduduk. Informasi tersebut akan dipegang oleh setiap kepala keluarga.

Sekolah Lapang Karampuang

Andik Hardiyanto, pengajar Sekolah Lapang Karampuang dan Anggota HuMA. Foto: Sekolah Lapang Karampuang

Perwakilan adat desa Karampuang mengatakan merasa terbantu dengan adanya sekolah lapang. “Dengan adanya Sekolah Lapang membantu mengajarkan dan memberikan edukasi kepada generasi muda dan penerus agar senantiasa memelihara dan menjaga hutan adat,” kata Haji Mangga, Gella Karampuang Kabupaten Sinjai.

Solihin pemuda Adat Karampuang menceritakan cara mengelola potensi hutan adat melalui mekanisme Ajutarana atau Pohon Asuh. Istilah tersebut berarti orang di seluruh dunia dapat berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan dan menjaga bersama hutan adat.

“Sebelum menentukan sebagai pohon asuh atau ajutarana, terlebih dahulu mengidentifikasi dengan melakukan pengukuran, pengambilan titik koordinat dan foto. Hasil ini sebagai syarat untuk menjadikan pohon asuh atau ajutarana,” ucap Solihin.

Baca juga: Sekolah Memasak dengan Konsep Berkelanjutan

Selain menggambarkan mengenai potensi adat, film ini menceritakan sebuah buku yang dihasilkan dari Sekolah Lapang Karampuang. Buku yang berjudul Hanuae Karampuang tersebut berisikan mengenai data spasial berbentuk peta wilayah, peta luasan, dan kawasan hutan adat. Isinya juga menjelaskan mengenai lahan kependudukan serta tulisan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat adat. “Bagi kami adalah suatu bentuk kearifan local,” ujar Solihin.

Menurut Andik Hardiyanto Selaku Anggota HuMA dan pengajar Sekolah Lapang, desa perlu didukung untuk maju dan masyarakat desa perlu diajak bekerja sama. Ia berharap sekolah ini bias diperluas sehingga berguna bagi masyarakat desa lain yang lebih membutuhkan. “Terutama masyarakat yang sedang berjuang mengajukan hutan adat agar memperoleh dukungan masyarakat luas, LSM lokal, dan dukungan dari pemerintah desa dan kabupaten,” ucapnya.

Penulis: Ridho Pambudi

Top