Menakar Tekstil Serat Bambu untuk Industri Mode, Apakah Berkelanjutan?

Reading time: 4 menit
serat bambu
Menakar Tekstil Serat Bambu untuk Industri Mode, Apakah Berkelanjutan? Foto: Shutterstock.

Kain bambu terbuat dari serat hasil panen dari tumbuhan bambu. Hasil kain biasanya lembut, nyaman, dan menyerap, serta dapat Anda gunakan untuk pembuatan pakaian, seprei, kaos kaki, handuk, dan popok yang penggunaannya bisa berulang kali. Namun, apakah tekstil serat bambu untuk industri mode berkelanjutan?

Bambu adalah flora yang pertumbuhannya cepat, maka dari itu sangat masuk akal apabila menjadi bahan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Namun, praktik budidaya bambu skala besar erat kaitannya dengan sejumlah masalah lingkungan, dan proses untuk mengubah serat bambu menjadi kain sangat intensif secara kimiawi. Masalah ini menimbulkan pertanyaan apakah kain bambu benar-benar bahan yang ramah lingkungan?

Menakar Tekstil Serat Bambu untuk Industri Mode

Jenis Bambu untuk Kain

Tumbuhan bambu biasa kita temukan di Cina, Taiwan, Jepang, dan bagian Asia lainnya. Bambu adalah sejenis rumput yang tumbuh dengan cepat – sebanyak 3 kaki per hari, dengan total tinggi 75-100 kaki. Ada sekitar 1.400 spesies bambu, tetapi sub-spesies yang paling umum penggunaannya untuk kain adalah Bambu Moso (Phyllostachus edulis).

Pembuatan Kain Bambu Secara Mekanis

Pemanenan bambu dengan cara dipotong, kemudian olah secara mekanis ataupun kimiawi menjadi serat. Bambu yang prosesnya dengan cara mekanis masyarakatn kenal sebagai linen bambu (atau serat kulit pohon) dan menggunakan proses yang sama seperti linen rami.

Namun, karena teksturnya yang kasar dan membutuhkan usaha yang intensif (yang tentunya mahal) untuk produksinya, maka kain bambu yang terbuat dengan cara mekanis hanya sebagian kecil dari pasaran.

Pemrosesan Kain Bambu Kimiawi

Bambu dengan proses kimiawi jauh lebih umum. Pembuatannya melarutkan serat tumbuhan dalam campuran natrium hidroksida (alkali atau soda api) dan karbon sulfida.

Hasil campurannya keluar melalui lubang kecil menjadi larutan asam sulfat, yang membekukan serat dan memungkinkannya untuk ditenun menjadi kain. Proses ini serupa dengan pembuatan kain rayon dari sumber nabati lainnya, seperti serpihan kayu dan kayu putih. 

Dampak Lingkungan Kain Bambu

Selama beberapa tahun, terutama pada pertengahan 2000an, bambu sering mendapatkan pujian sebagai bahan yang ajaib. Ini karena tingkat pertumbuhannya luar biasa.

Scientific American menyatakan, “bambu dapat dibudidayakan dengan sedikit atau tanpa pupuk, pestisida, mesin pemanen berat atau irigasi, dan sistem akar bambu dapat melindungi tepian yang curam dari erosi.”

Bambu memiliki sistem akar yang dalam dan memotongnya saat panen tidak akan mengganggu tumbuhan dan tanahnya. Bambu juga menyerap karbon lima kali lebih banyak dan menghasilkan oksigen 35 kali lebih banyak daripada sebatang pohon berukuran serupa.

serat bambu

Hanya karena terbuat dari bahan alternatif, tidak berarti produk tersebut berkelanjutan dan ramah lingkungan. Tinjau bersama, ya! Foto: Shutterstock.

Tekstil Serat Bambu: Masalah dengan Kultivasi

Budidaya Bambu Moso di Cina telah meningkat pesat sejak tahun 2000, menyebabkan banyak petani menebang habis lahan hutan alami untuk memberi ruang bagi pertanian bambu baru.

Hal ini merusak keanekaragaman hayati dan melepaskan karbon dalam jumlah besar. Meskipun bambu tidak membutuhkan banyak pupuk atau pestisida untuk tumbuh, tetapi para petani tetap menambahkannya untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil sehingga mendapatkan profit yang lebih banyak. Tentu ini menyebabkan masalah bagi lingkungan.

Proses Produksi Beracun

Dalam produksi kain pun terdapat masalah. Proses kimiawi yang menggunakan karbon sulfida sangat beracun. Paparannya menyebabkan kerusakan sistem saraf dan reproduksi, serta memiliki sejumlah kaitan masalah kesehatan.

Dalam Fake Silk: The Lethal History of Viscose Rayon, Paul D. Blanc, seorang profesor occupational dan environmental medicine, menulis bahwa, “Untuk pekerja di pabrik rayon viscose, keracunan menyebabkan kegilaan, kerusakan saraf, penyakit parkinson, dan peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke.”

Produksi viskosa berbasis karbon sulfida tidak lagi diizinkan di Amerika Serikat karena bahaya ini.

Situs mode etis Good On You menuturkan, sekitar setengah dari limbah berbahaya dari produksi rayon (termasuk bambu) tidak dapat digunakan kembali, dan langsung menyatu dengan lingkungan. Senyawa organik yang mudah menguap serta klorin terlepas ke atmosfer, dan limbah dari fasilitas pemutihan mengarah ke saluran air, merusak ekosistem akuatik.

Seiring berjalannya waktu, kain bambu sudah tidak benar-benar terbuat dari bambu. Federal Trade Commission (FTC) menyatakan, “Ketika bambu diolah menjadi rayon, tidak ada jejak tanaman asli yang tersisa. Jika sebuah perusahaan mengklaim produknya terbuat dari bambu, harus memiliki bukti ilmiah yang dapat diandalkan untuk menunjukkan bahwa itu dibuat dengan serat bambu.”

Klaim bahwa kain mempertahankan sifat antimikroba dari tanaman bambu juga salah, menurut FTC.

Perbandingan Viscose Bambu dengan Bahan Viscose Lainnya

Viscose berbahan dasar bambu atau rayon, lebih banyak penggemarnya daripada viscose konvensional. Viscose konvensional biasanya menggunakan bulir kayu yang dapat bersumber dari pohon yang panennya tidak secara berkelanjutan, bahkan hutan purba.

Keduanya dapat terurai secara hayati. Selama tidak ada tambahan pewarna beracun, mereka lebih ramah lingkungan dibandingkan kain sintetis berbasis minyak bumi.

Ada juga opsi yang lebih baik, yaitu dengan mencari kain bambu yang pembuatannya dengan proses Lyocell. Sistem produksi pengulangan tertutup ini menggunakan lebih sedikit bahan kimia beracun dan hampir tidak memproduksi limbah sampingan.

Meskipun biasanya penggunaannya dengan kayu putih. Kain bambu dengan proses Lyocell bermerek Monocel.

Baca juga: Indonesia Pulangkan Sebelas Orang Utan Korban Perdagangan Ilegal

Alternatif untuk Tekstil Serat Bambu

Jika Anda menggunakan bambu, Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam merekomendasikan untuk memilih linen bambu sebagai pengganti viscose.

Jika memungkinkan, pilih linen yang proses pemisahan serat dari bambunya melalui proses dew-retted. Proses ini hanya menggunakan udara, embun, matahari, dan jamur untuk melarutkan bagian yang tidak kita inginkan dari rami dan membuka serat linen. Sehingga membutuhkan lebih sedikit energi dan air daripada water-retted. Pilih juga linen yang memakai pewarnaan alami.

Kapas organik dan rami adalah dua opsi untuk pengganti bambu. Walaupun bambu lebih berkelanjutan dari kapas, namun proses pembuatan kainnya sangat merusak lingkungan.

Ini membuat kapas organik terlihat jauh lebih baik. Di sisi lain, rami, menjadi pilihan yang paling baik. Ia membutuhkan sedikit air dan tumbuh dengan cepat.

Klaim kain bambu yang keberlanjutan ternyata tidak sesederhana itu. Manfaat tumbuhan yang pertumbuhannya cepat ini terkikis karena proses produksinya yang beracun.

Penulis: Agnes Marpaung

Editor: Ixora Devi

Sumber:

Treehugger

 

Top