Bhutan Menekel Krisis Iklim dan Pandemi Covid-19

Reading time: 3 menit
bhutan
Bhutan Menekel Krisis Iklim dan Pandemi Covid-19. Foto: Shutterstock.

Negara kecil di Himalaya, Bhutan, yang terkenal karena lebih mengutamakan kebahagiaan penduduknya daripada Produk Domestik Bruto (PDB), adalah satu-satunya negara dengan karbon negatif di planet ini. Ditambah lagi, hanya ada satu kematian akibat Covid-19. Apakah fakta bahwa Bhutan Menekel Krisis Iklim dan Pandemi Covid-19 sekaligus adalah suatu kebetulan?

Artikel baru Madeline Drexler di Atlantik, “The Unlikeliest Pandemic Success Story,” menyelami alasan mengapa Bhutan berhasil bertahan dengan sangat baik melawan virus corona; sementara negara-negara kaya dan berpenghasilan menengah berjuang keras untuk menjaganya tetap terkendali. 

Negara berkembang yang kecil, terkurung antara daratan India dan Tibet, mendatangkan sikap skeptis dari mata internasional. Bermula dari 2020, dengan hanya satu mesin PCR untuk menguji virus dan satu dokter dengan pelatihan lanjutan dalam perawatan kritis (menurut laporan dari Drexler).

Kesuksesan Bhutan dalam aksinya menangani masalah perubahan iklim mungkin terdengar familiar. Bukan hanya tentang teknologi hebat yang Anda miliki, tetapi seberapa cepat Anda bertindak, bagaimana Anda mendukung orang-orang di sekitar Anda, dan seberapa rela Anda berkorban untuk kebaikan bersama.

Ini membantu menjelaskan mengapa Bhutan adalah satu-satunya negara “negatif-karbon” di dunia. Artinya, terdapat lebih banyak karbon dioksida dari atmosfer daripada yang mereka hasilkan. Jika lebih banyak negara seperti Bhutan, kita tentu dapat membalikkan pemanasan global.

Keistimewaan alam Bhutan yang kaya memungkinkan hal itu. Konstitusi Bhutan mengamanatkan 60 persen dari total lahan mereka diliputi oleh hutan.

Sistem sungai yang luas menyediakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang melimpah; dan sebagian besar Bhutan ekspor ke India. Pada KTT iklim internasional Paris pada tahun 2015, Bhutan memiliki janji paling ambisius di dunia; dan telah menyerap karbon dioksida tiga kali lebih banyak daripada yang mereka produksi.

Memang, dengan populasi 760.000 dan pendapatan rata-rata $ 3.400 per orang, contoh Bhutan hanya bisa berjalan sejauh itu. Namun, tanggapannya terhadap krisis ganda virus korona dan perubahan iklim tetap menginspirasi.

warga bhutan

Warga Bhutan memesona mata internasional dengan ketahanan mereka dalam menekel perubahan iklim sekaligus pandemi Covid-19. Foto: Shutterstock.

Bhutan Menekel Krisis Iklim dan Pandemi Covid-19 dengan Cepat dan Tegas

Bhutan mengonfirmasi kasus pertama Covid-19 pada Maret –seorang turis Amerika. Dalam 6 jam 18 menit, sekitar 300 orang telah terlacak dan dikarantina, tulis Drexler. 

Komunikasi jelas: Masker wajah sudah mereka gunakan sejak awal. Negara ini melakukan penguncian penuh untuk menekan virus setiap kali menemukan risiko penularan komunitas; pertama pada Agustus, kemudian pada Desember. Langkah mengingatkan pada betapa proaktif Bhutan terhadap perubahan iklim.

Kepemimpinan yang Kompeten

Raja Bhutan tidak menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyangkal bahaya virus atau bertahun-tahun menyangkal realitas pemanasan global.

Sebaliknya, Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck mengatakan bahwa satu kematian akibat Covid-19 sudah terlalu banyak.

Dia terlibat dalam rencana pandemi terperinci dan mengunjungi pekerja garis depan untuk memberikan semangat pada mereka.

Para pemimpin lain juga ikut ambil bagian. Misalnya, Anggota Parlemen Bhutan menyumbangkan gaji sebulan untuk upaya menangani virus Covid-19.

“Saya tidak berpikir ada negara lain yang dapat mengatakan bahwa para pemimpin dan orang biasa menikmati rasa saling percaya seperti itu,” kata seorang jurnalis di Bhutan kepada Atlantik.

Sumber Daya dari Pemerintah Bhutan Menekel Krisis Iklim dan Pandemi Covid-19

Ketika Bhutan mengeluarkan karantina wajib pada bulan Maret bagi siapa saja yang mungkin terpapar virus, Bhutan menyediakan kamar dan indekos gratis di hotel.

Mereka juga mengirimkan paket makanan dan perawatan serta menawarkan konseling bagi mereka yang berada di karantina. Dana bantuan berkelanjutan telah raja berikan adalah kurang lebih $19 juta kepada sekitar 34.000 orang Bhutan yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan.

Baca juga: Kelahiran Pangeran Bhutan “Disambut” 108.000 Pohon

Altruisme dan Pengorbanan

“Ketahanan” bukan hanya kata kunci di Bhutan, yang mana tiga perempat masyarakatnya adalah penganut Buddha; tetapi sebuah prinsip panduan yang berakar ketika menanggung kesulitan, tulis Drexler.

Dokter dan pejabat pemerintah Bhutan yang mungkin terpapar Covid-19 tidur sendirian, jauh dari keluarga mereka. Para petani menyumbangkan hasil panen dan penduduk setempat membawa teh susu panas dan makanan ke Kementerian Kesehatan di tengah malam. Di masa-masa sulit, kerja sama adalah kunci sukses. 

“Orang mengatakan bencana Covid di Amerika adalah tentang penolakan sains,” Asaf Bitton, direktur eksekutif pusat kesehatan Ariadne Labs yang berbasis di Boston, mengatakan kepada Atlantic. “Tetapi kesepakatan bersama juga dibutuhkan untuk membuat pilihan (yang mungkin menyakitkan), demi kebaikan kolektif.”

Penulis: Agnes Marpaung.

Sumber:

Grist

Top