Status Covid-19 Diperpanjang, Epidemiolog Ingatkan Hal Ini

Reading time: 2 menit
Pemerintah masih memperpanjang Perpanjangan status kedaruratan Covid-19 hingga akhir Juni 2023. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Pemerintah harus terus menggaungkan perubahan perilaku lebih sehat menyusul rencana transisi pandemi menuju endemi Covid-19. Perpanjangan status kedaruratan Covid-19 akan berakhir hingga akhir Juni 2023.

Angka kematian (mortalitas), fatalitas dan bed occupancy rate telah menurun, sedangkan kekebalan populasi telah meningkat. Berdasarkan survei serologi Kementerian Kesehatan pada Januari 2023, kekebalan masyarakat Indonesia terhadap Covid-19 sudah mencapai 99 %.

“Untuk status kedaruratan Covid-19 ini masih terus berlanjut dan akan kita tunggu perkembangannya,” jelas Menko PMK Muhadjir Effendy dalam keterangannya.

Dalam Rapat Tingkat Menteri Keberlanjutan Status Darurat Covid-19 dan PMK ini, Muhadjir menyebut Menkes akan menghadiri World Health Assembly (WHA) sekaligus berkonsultasi ke WHO tentang perkembangan Covid-19 secara global.

Virus Covid-19 Masih Ada

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyatakan, meski WHO nantinya telah mencabut status pandemi, bukan berarti Covid-19 hilang. Artinya, ancamannya tetap ada meski risikonya jauh menurun. Meski status secara de facto kedaruratan hilang dan dampaknya berkurang. Namun karena statusnya masih ada maka transisinya harus kita siapkan.

“Jangan sampai business as usual. Pemerintah harus terus mendorong perubahan perilaku dan pembangunan sistem kesehatan yang lebih baik,” katanya kepada Greeners, Selasa (4/4).

Ia juga menyorot risiko masih tetap ada, tapi secara proporsional utamanya pada kelompok rentan. Mulai dari lansia, penderita komorbid hingga ibu hamil. “Mereka adalah kelompok yang masih sangat rawan dan perlu kita lindungi,” imbuhnya.

Selain infeksi itu sendiri, Dicky menyebut pemerintah juga harus terus menarasikan ancaman long Covid pada masyarakat. “Jangan sampai kita sudah mencabut pandeminya tapi bertahun-tahun kemudian masyarakat kita menjadi sakit-sakitan,” ucapnya.

Penyakit kuku dan mulut pernah menjadi ancaman serius pada ternak di Indonesia. Foto: Shutterstock

Pencabutan Status Kedaruratan Penyakit Mulut dan Kuku

Selain membahas terkait status kedaruratan Covid-19, pemerintah juga telah mengakhiri status wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tapi masih membutuhkan penanganan khusus, termasuk untuk menata ulang payung hukum regulasi wabah ini.

“Keadaan khusus ini dapat menjadi perhatian kita bersama agar kita lakukan upaya peningkatan cakupan vaksinasi Penyakit Mulut dan Kuku pada hewan ternak rentan berdasarkan standar yang telah kita tetapkan,” jelas Muhadjir.

Selain itu, ia juga menyatakan pentingnya antisipasi peningkatan mobilisasi hewan ternak menjelang Hari Raya Idul Adha.

Pada rapat tersebut turut hadir pula Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kepala BNPB Suharyanto, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Restuardy Daud, serta Deputi Bidang Administrasi dan Pengelolaan Istana Kemensetneg Rika Kiswardani.

Pencabutan Status Tidak Berarti Aman

Dicky menilai, saat negara sempat mengalami status kedaruratan maka wilayah tersebut cenderung rawan dan mempunyai potensi akan timbul lagi.

“Untuk itulah pencabutan status ini tidak berarti aman. Karena ini bisa bersirkulasi sebagaimana flu burung yang menjangkit kita sebelumnya dan terus ada,” ungkapnya.

Dia menekankan pentingnya sanitasi, penataan lingkungan dalam peternakan, perilaku dan prosedur peternakan.

“Jadi selama itu belum ada perbaikan signifikan maka di situlah potensi penyakit bukan hanya PMK tapi zoonosis akan selalu ada,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top