Jakarta (Greeners) – Ancaman virus varian baru tentu sangat mungkin terjadi. Pandemi Covid-19, juga banyak pakar menyebut bukan pandemi yang terakhir. Kemunculan virus varian baru akan menguat seiring rusaknya alam, ekosistem dan satwa liar di habitatnya.
Saat ini Indonesia sudah memasuki gelombang ketiga Covid-19. Angka kematian Covid-19 di Indonesia per Senin (7/3) mencapai 258 orang. Posisi kematian di Indonesia ini sebagai kematian kedua tertinggi di dunia dan pertama di Asia. Indonesia berada di posisi kedua setelah jumlah kematian di Rusia, yakni 668 orang.
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, dengan penambahan 258 pasien meninggal maka total keseluruhan korban jiwa di Indonesia karena Covid-19 mencapai 150.430 orang.
Masih tingginya jumlah angka kematian di Indonesia menjadi pertanyaan sekaligus ancaman terhadap varian virus Corona baru.
Staf Fungsional Medik Veteriner Ahli Utama Fadjar Sumping menyatakan, Indonesia masih sangat berpotensi sebagai sumber varian corona baru.
Ia meminta agar masyarakat tetap mewaspadai ancaman penyebaran virus yang berasal dari hewan liar. Hal ini menyusul potensi munculnya varian corona baru, gabungan antara virus dari hewan liar dan Covid-19.
“Virus alami pada hewan liar di Indonesia bertemu dengan virus Covid-19 maka akan memunculkan varian baru. Potensi seperti ini terus kita kaji dengan surveilans dan kajian laboratoris,” katanya kepada Greeners, Selasa (8/3).
Peneliti Terus Identifikasi Virus Varian Baru
Fadjar menyatakan, identifikasi virus baru terus peneliti lakukan. Termasuk menggunakan metode predict dan surveilance triangulated. Dengan menggunakan metode predict maka bisa mendeteksi keberadaan berbagai virus mulai dari famili hingga strainnya.
“Sudah ada identifikasi virus baru yang berpotensi zoonosis dimasukkan ke dalam daftar potensi risiko,” ungkapnya.
Namun, Fadjar menyatakan identifikasi tersebut masih membutuhkan pengkajian lebih dalam. Ia menyebut, berkaca dari pengalaman virus Covid-19, muncul dan penyebaran melalui hewan liar merupakan hal yang tak terhindarkan.
Terlebih, seiring dengan masuknya hewan dan tumbuhan yang bersifat invasive alien species (IAS) sehingga mengubah keseimbangan ekosistem. “Ini tentu akan menimbulkan efek domino lanjutan yang juga dapat meningkatkan risiko,” ucapnya.
IAS merujuk spesies pada hewan dan tumbuhan yang dikenalkan ke habitat di luar jangkauan alaminya. Spesies pendatang ini tak mempunyai pemangsa alami sehingga menjadi ancaman keberlangsungan keanekaragaman hayati dan mengancam ekosistem yang ada. Ancaman deforestasi, sambung dia juga mempengaruhi penyebaran penyakit hewan, baik zoonosis maupun non zoonosis ke manusia.
Deforestasi Sebabkan Satwa Liar Bermigrasi
Deforestasi menyebabkan ketidaknyamanan bahkan kekurangan makanan bagi hewan liar sehingga mendorong mereka bermigrasi antara lain mendekati daerah pertanian dan pemukiman. Imbasnya, penyebaran penyakit hingga virus berpotensi besar mengancam manusia.
Tak sekadar mengancam menyebarkan penyakit pada manusia, penyakit hewan juga dapat berpotensi menjadi sasaran penularan penyakit ternak dan hewan domestik. Imbasnya, terjadi penurunan populasi dan hewan predatornya akan kekurangan makanan.
“Misalnya, ASF pada ternak babi yang menular ke babi liar. Sehingga babi liar banyak mati dan harimau menjadi kekurangan suplai makanan maka harimau pun merambah ke pemukiman,” imbuhnya.
Sejak kali pertama dilaporkan di Wuhan, China tepatnya pada akhir 2019, virus Corona Covid-19 menyebar hingga ke negara-negara lain. Saat ini, virus Corona atau Corona Covid-19 menjadi pandemi di dunia.
Berbagai penelitian menyebut, kelelawar merupakan hewan sebagai sumber penularan virus baru Corona tersebut. Akan tetapi, temuan lain justru menunjukkan, virus ini tidak ditularkan langsung dari kelelawar ke manusia, tapi melalui perantara trenggiling.
Sebelumnya, Kantor Berita Xinhua, Tiongkok melaporkan, peneliti telah menemukan kecocokan genetik terdekat dengan virus Corona yang mematikan ini dan virus yang terdeteksi pada trenggiling. Namun, para ilmuwan telah memperingatkan agar tidak sampai pada tahap kesimpulan, sebelum penelitian ada publikasi dan peninjauan lebih dalam.
Ahli paru-paru China, sekaligus penemu virus corona SARS pada tahun 2003, Zhong Nanshan mengatakan, setelah dia berkunjung ke Wuhan, dapat dipastikan virus Corona berasal dari hewan liar di sana.
“Wabah terkonsentrasi di dua distrik di Wuhan, terutama di pasar makanan laut,” kata Zhong, dalam South China Morning Post.
Ancaman Deforestasi Memicu Penularan Penyakit dari Hewan Liar
Pakar Botani Institut Teknologi Bandung (ITB), Arif Hamdi menyatakan, deforestasi memicu hewan-hewan carrier virus dan mencemarkannya ke manusia. Misalnya, kelelawar, primata yang habitatnya memang ada di hutan.
Namun, ia belum bisa mengungkap seberapa besar potensi dan ancaman penularan penyakit yang hewan-hewan liar bawa tersebut mengingat terbatasnya penelitian.
Akan tetapi, berkaca dari pandemi virus Corona Covid-19 ini, ia menyatakan pentingnya untuk mulai memperbanyak penelitian. Khususnya potensi penyakit, baik virus dan bakteri dari hutan dan hewan-hewan di dalamnya.
“Karena itulah kuncinya. Agar kita tahu seberapa jauh potensi dan ancamannya,” tegasnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia telah berhasil menurunkan deforestasi sebesar 75,03 % di periode tahun 2019-2020. Besarannya mencapai 115.460 hektare. Angka ini jauh menurun dari deforestasi tahun 2018-2019 sebesar 462.460 ribu hektare.
“Berdasarkan data sebelumnya maka tahun ini pengurangan hutan Indonesia relatif rendah dan cenderung stabil,” kata Plt Direktur Jenderal PKTL Ruandha Agung Sugardiman.
Turunnya deforestasi sekaligus pembuktian konsistensi pemerintah Indonesia untuk mengurangi deforestasi dari tahun ke tahun. Utamanya, komitmen sebagai salah satu sumber penurunan emisi. Pemerintah terus berupaya dengan berbagai alokasi sumber daya untuk mengendalikan tingkat deforestasi di Indonesia, di berbagai tingkatan.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin