Jatnika Nanggamiharja, Abah Bambu Indonesia

Reading time: 4 menit
abah bambu
Jatnika Nanggamiharja, akrab disapa Abah Bambu, merupakan aktivis lingkungan yang fokus terhadap pemeliharaan dan perlindungan bambu. Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Serumpun Bambu Sejuta Makna,
Serumpun Bambu Sejuta Manfaat,
Serumpun Bambu Sejuta Karya,
Serumpun Bambu Sejuta Pesona,
Dengan Serumpun Bambu
Mari Kita Perkenalkan Indonesia Kepada Dunia.

Bogor (Greeners) – Kalimat di atas dilontarkan Jatnika Nanggamiharja saat Greeners mewawancarainya di kediamannya di kawasan Bogor. Jatnika atau akrab disapa Abah Bambu (dalam Bahasa Sunda “Abah” berarti orang tua atau orang yang disegani) merupakan aktivis lingkungan yang fokus terhadap pemeliharaan dan perlindungan bambu.

Abah lahir di Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 2 Oktober, 62 tahun silam. Sejak tahun 1995, Abah aktif melakukan penanaman bambu di sejumlah kawasan yang tersebar di Jabodetabek, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, NTB, Jatim, Jateng, dan Jabar. Kegiatannya itu ia lakukan bekerjasama dengan kementerian, lembaga terkait dan kelompok masyarakat peduli lingkungan.

Bersama keluarga dan 40 muridnya beserta 73 pengrajin yang dibinanya, Abah tinggal di kompleks Yayasan Bambu Indonesia menjalankan agenda pengembangan bambu, spiritualitas, dan Senam Hijaiyah Indonesia (SHI).

Sejak Sekolah Dasar (SD) Abah sudah mengenal bambu dan belajar menganyam bambu untuk dijual. Bagi Abah, bambu menjadi bagian dari hidupnya dan kebutuhan hidup masyarakat karena bambu sangat berperan terhadap kelestarian lingkungan.

“Saya mengenal bambu ini sudah 50 tahun lebih. Masa kecil saya di daerah Sukabumi sudah belajar membuat perkakas dari bambu, seperti bilik, bedek, alat rumah tangga, permainan seperti enggrang, dan layang-layang. Menurut saya, orang yang lahir sampai meninggal masih membutuhkan bambu di hidupnya karena bambu bagian dari kehidupan,” kata Abah.

Pada rentang tahun 1994 hingga 2002, Abah Jatnika telah menjalin kerjasama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknlogi) dalam pembibitan, pelestarian, dan penanaman berbagai jenis bambu lokal di sepanjang bantaran sungai Ciliwung.

“Lahan penanaman bambu sudah berkurang banyak, makanya saya mempertahankan lahan yang masih ada ini yakni di rumah saya sendiri untuk mengembangkan bambu. Ketika itu banyak orang yang menyarankan agar tempat tinggal saya dijadikan tempat wisata bambu tapi saya tidak mau karena nanti akan rusak,” ujarnya sambil tertawa.

Meski demikian, Abah Jatnika sangat terbuka kepada orang-orang yang ingin belajar menanam bambu. Menurutnya, nilai edukasi harus terus ditumbuhkan dan disebarkan.

Tahun 1990, Abah Jatnika menemukan konstruksi rumah bambu dengan perpaduan unsur klasik, modern dan sentuhan estetika yang optimal. Ketika dipamerkan pertama kali tahun 1995, konstruksi rumah bambu ini langsung mendapat respon luar biasa. Banyak pesanan dan undangan pameran datang menghampiri Abah, baik dari dalam dan luar negeri.

Sampai tahun 2018, Abah Jatnika telah menghasilkan lebih dari 7.000 rumah bambu yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Atas prestasinya ini, Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) memberikan penghargaan untuk kategori Pembuatan Rumah Tradisional Sunda Terbanyak.

Abah juga diminta untuk membuat rumah bambu di berbagai negara, antara lain Malaysia, Brunei Darussalam, Jepang, Qatar, Abu Dhabi, dan Ukraina. Rumah bambu Abah Jatnika ini telah mendapatkan Hak Paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kemenkumham, Nomor C00200601900-1952.

Pengerjaan rumah bambu ini telah melahirkan banyak pengrajin pendukung, antara lain pengrajin bilik (600 orang), hateup (400 orang), dan juru tebang (220 orang). Total keseluruhan jumlah pengrajin yang terlibat sebanyak 1.220 orang.

“Untuk menurunkan kecintaan bambu supaya tidak punah, saya dengan rumah bambu memiliki pengrajin di mana mereka ada yang belajar dari awal sekali untuk menganyam bambu, menanam bibit dan akhirnya menjadi sumber penghasilan untuk mereka,” ujar Abah.

(Selanjutnya…)

Top