Ragukan Keseriusan Kurangi 70 % Sampah Plastik ke Laut

Reading time: 3 menit
Sampah ke laut masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Foto: ESN

Jakarta (Greeners) – Asosiasi Komunitas Sungai (AKSI) Nusantara meragukan komitmen Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) dalam G20 yang akan melakukan pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 % pada tahun 2025.

Berdasarkan investigasi AKSI Nusantara dan Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) masih banyak sampah plastik di sepanjang pesisir dan sungai di Indonesia.

“Bahkan di Provinsi Maluku utara, Maluku, Sulawesi dan Papua Barat sampah plastik dari sungai langsung masuk ke laut tanpa adanya upaya pencegahan,” kata Manajer Litigasi AKSI Nusantara Kholid Basyaiban.

Ia menyebut, pemerintah hanya sibuk seremonial dan tidak menyentuh grassroot. Imbasnya, rencana pengurangan sampah plastik akan sulit tercapai.

Tim AKSI Nusantara dan ESN kumpulkan sampah di pesisir. Foto: ESN

Pengurangan Sampah Plastik Belum Membumi

Program pengurangan sampah tertuang dalam roadmap pengurangan sampah plastik.  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 75 Tahun 2019 menargetkan 30 % pengurangan dan penanganan 70 % sampah. Namun, Kholid menyebut pemerintah kurang serius dalam pengolahan sampah.

“Karena hingga kini pemda hanya mampu menangani kurang dari 40 % penduduk sehingga 60 % penduduk masih tidak terlayani. Mereka akan membuang sampah ke sungai dan 47 % lebih sampah yang tercecer akan dibakar,” ujar dia.

Lebih parahnya lagi jika sampah yang tercecer tanpa ketepatan pengelolaan akan dibakar begitu saja.
Fakta temuan ceceran sampah masih banyak mereka jumpai di Pesisir Utara Jawa dan Selat Madura.

Manajer brand audit AKSI Nusantara Alaika Rahmatullah menyatakan, berdasarkan hasil investigasi sampah masih membanjiri daerah Pesisir Jawa seperti Demak, Kudus, Pati, Tuban. Selain itu juga di Pacitan, Muara Bengawan Solo di Gresik, Pantai Kenjeran, dan Pantai Kamal.

Keberadaan sampah di kawasan pesisir umumnya berasal dari sungai-sungai di Pulau Jawa. Sejumlah sungai itu bermuara di Pesisir Utara seperti Sungai Juwana, Bengawan Solo, dan Brantas.

“Jika sampah ini bisa dikendalikan, tidak masuk ke dalam aliran sungai maka, sampah plastik yang masuk ke laut akan berkurang,” ungkapnya.

Alaika menyebut pentingnya tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan sampah. Pemerintah daerahnya dilewati sungai seperti Bengawan Solo, Juwana, Brantas, Ciliwung, Citarum, Cisadane dan Ciujung harus memprioritaskan pengendalian sampah plastik agar tidak masuk ke sungai.

Sementara, pemerintah pusat sebagai institusi pengelola sungai-sungai nasional harus pro aktif beraksi menjaga sungai agar tidak menjadi tempat sampah.

Sedotan plastik menjadi salah satu penyumbang pencemaran lingkungan. Foto: ESN

Pemerintah Abai

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebut sungai-sungai di Indonesia harus nihil sampah. Namun, peneliti ESN, Prigi Arisandi menyatakan tidak adanya upaya ekstra dari pemerintah untuk melindungi sungai dari pencemaran sampah plastik.

“Sebanyak 99% sungai-sungai di Indonesia tercemar mikroplastik. Sungai Indonesia tercemar mikroplastik yang ada di perairan akibat melubernya sampah ini di sungai. Sampah plastik seperti tas kresek, styrofoam, sedotan, botol plastik, sachet terpecah-pecah menjadi serpihan plastik kecil berukuran lebih kecil dari 5 mm,” ungkapnya.

Dampak buruk mikroplastik sangat merugikan. Prigi menyebut, bahwa mikroplastik akan masuk ke dalam tubuh manusia mencemari air susu ibu dan dalam darah manusia.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top