Tercemar Mikroplastik, Masyarakat Sulit Cari Ikan di Sungai Musi

Reading time: 2 menit
Tim ESN mengambil sampel air Sungai Musi untuk mereka teliti. Foto: Tim ESN

Jakarta (Greeners) – Tim Ekspedisi sungai Nusantara (ESN), Perkumpulan Telapak Sumatra Selatan dan Spora Institut Palembang menemukan fakta semakin sulitnya mencari ikan di Sungai Musi. Tim menduga pencemaran mikroplastik berdampak pada turunnya populasi ikan di sungai tersebut.

Berdasarkan susur sungai yang mereka lakukan, salah satu pemicunya adalah pencemaran mikroplastik.
Direktur Eksekutif Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi mengatakan, tingginya tingkat pencemaran bahan-bahan kimia pengganggu hormon memicu gangguan reproduksi ikan.

“Kondisi ini menurunkan populasi ikan dan punahnya ikan-ikan yang tidak toleran terhadap kadar polutan yang meningkat,” kata Prigi dalam keterangan resminya, Senin (18/7).

Beberapa jenis ikan di Sungai Musi yang semakin sulit masyarakat temukan seperti Baung Pisang, Kapiat, Patin, Tapah dan Belida.

Mikroplastik, phospat, logam berat dan klorin termasuk dalam kategori senyawa pengganggu hormon. Keberadaanya di sungai akan mengganggu proses pembentukan kelamin ikan.

Mikroplastik Picu Hormon Pengganggu Kelamin Ikan

Dari yang tim ESN ketahui, senyawa pengganggu hormon seperti mikroplastik ikan anggap sebagai hormon esterogenik. Hal ini menyebabkan lebih banyak ikan dengan jenis kelamin betina dibandingkan jantan.

“Sayangnya jantan inipun tidak bisa membuahi telur ikan bentina akibatnya terjadi penurunan populasi ikan,” ungkap Prigi.

Prigi menjelaskan, Tim ESN menemukan di dalam 100 liter air Sungai Musi terdapat 355 partikel mikroplastik” ungkap alumni Biologi Universitas Airlangga Surabaya ini.

Alumni biologi Universitas Airlangga Surabaya ini menyebut, jenis mikroplastik yang paling mendominasi adalah jenis fiber atau benang-benang jumlahnya mencapai 80 persen. Sedangkan jenis mikroplastik lainnya adalah granula, fragmen dan filamen.

Selain itu, tim juga meneliti uji kualitas air yang menunjukkan tingginya kadar logam berat Mangan dan Tembaga. Adapun Mangan mencapai 0,2 ppm dan Tembaga yaitu 0.06 ppm (standar tidak boleh lebih dari 0,03 ppm).

“Kadar klorin dan phospat cukup tinggi yaitu untuk klorin 0,16 mg/liter seharusnya tidak boleh lebih dari 0,03 mg/liter. Sementara phospat juga tinggi mencapai 0.59 mg/L. Tingginya kadar klorin dan phospat sangat mempengaruhi sistem pernafasan ikan dan mempengaruhi pembentukan telur ikan,” paparnya.

Prigi Arisandi dari Ecoton memperlihatkan kondisi ikan tangkap dari Sungai Musi. Foto: Tim ESN

Sampah Plastik Sekali Pakai Penuhi Permukaan Sungai Musi

Selain itu, Tim ESN juga menemukan permukaan Sungai Musi dipenuhi sampah plastik sekali pakai. Sementara para nelayan dan penjual ikan mulai mengeluhkan merosotnya jumlah tangkapan ikan dan ukuran ikan yang semakin mengecil.

Koordinator Telapak Sumatra Selatan Hariansyah Usman menyatakan, air Sungai Musi menjadi muara dari puluhan anak-anak sungai di Sumatra Selatan. Tingginya aktivitas alih fungsi lahan di hulu, aktivitas tambang tanpa ijin, perkebunan sawit dan pencemaran industri menimbulkan pencemaran di Sungai Musi. Padahal, air Sungai Musi masih dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum masyarakat sekitar.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top